Kamu pengendara setia motor atau mobil? atau pernah merasakan dua-duanya? ataukah hanya duduk manis di belakang atau di samping sopir? Bagaimana jika lalu lintas padat dan semrawut selalu kamu alami setiap harinya ketika berangkat dan pulang kerja? Stress. Itu adalah kalimat pertama yang mungkin akan kamu ucapkan.
Ketika macet mendera, mungkin yang muncul pertama kali adalah kekesalan atau bahkan mungkin makian. Namun, jika lalu lintas masih terlihat rapi dan tertib hal itu menurutku tidak masalah. Namun kondisi seperti itu merupakan pemandangan langka di Medan. Bukan karena padatnya pengguna jalan, namun kecenderungan karena kurang tertibnya masyarakat berlalu lintas.
Hal itu sangat terlihat jelas ketika kita berada di perempatan lampu merah. Bahkan ketika jam kerja tiba (07.00 - 20.00 WIB) dimana lalu lintas sangat padat, para pengendara tidak segan-segannya nylonong begitu saja meskipun dalam kondisi lampu merah. Tidak hanya pengendara motor, pengendara becak motor, angkot bahkan mobil pribadi pun jika berkesempatan maka akan melintas begitu saja. Terbayang kan bagaimana dampaknya bagi pengguna yang saat itu berada di posisi lampu hijau? Harus tetap ekstra hati-hati meskipun saat itu kita memiliki hak untuk berjalan.
Selain lalu lintas yang tidak tertib di perempatan lampu merah, terdapat ketidaktertiban lain ketika kita berada disekitar pasar (pajak). Banyak pengendara yang berhenti sembarangan tanpa memikirkan apakah kendaraan dia mengganggu lalu lintas atau tidak. Tidak hanya pengendara motor atau kereta saja. Bahkan mobil pun bisa saja dengan seenaknya berhenti meskipun agak menepi dengan alasan 'sebentar aja kok... cuma mau beli garam seribu'. Padahal ketika lalu lintas terhenti sepersekian detik saja, maka berderet dibelakangnya kendaraan yang siap membunyikan klakson bergantian.
Tidak hanya itu, pengendara motor atau kereta bisa saja mengambil arah berlawanan dengan alasan penghematan waktu. Padahal separuh jalan sudah digunakan untuk para penjual sayur dan parkir motor. Lebih parahnya lagi, terkadang becak motor pun melakukan hal yang sama. Terbayang kan bagaimana macetnya. Apalagi jika hari pasar (pajak) itu tiba. Kemacetan semakin merajalela di lokasi sekitar pasar (pajak). Ditambah lagi apabila ada angkot yang menurunkan penumpangnya tepat di pajak, bahkan penumpang dan sopir nya pun masih saja bertengkar karena ongkos yang tidak sesuai. Pertikaian yang tak kunjung berhenti telah memakan sepersekian detik lagi dan tentunya menambah panjang kemacetan.
Satu hal lagi yang kadang membuat suasana semakin panas, ketika ada 'polisi cepek' berdiri di simpang jalan. Ya... niatannya sih membantu pengendara untuk bisa melintas dan menyeberang jalan dengan imbalan uang seribu. Namun hasilnya, justru menambah daftar panjang kemacetan karena niatan dia dalam mengatur lalu lintas yang berujung pada kepentingan ekonomi. Dia abaikan daftar panjang kemacetan di satu jalur demi memilih jalur lain yang siap memberi dia uang seribu.
Mendisiplinkan diri berlalu lintas memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Sama seperti halnya membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya. Semua itu harus dilatih sejak usia dini. Bahkan orang berpendidikan tinggi pun belum tentu memiliki mental seperti itu. Kesadaran untuk selalu mementingkan kepentingan umum memang harus dibiasakan sejak kecil. Apa yang akan terjadi jika kita mementingkan kepentingan pribadi saat berlalu lintas sangat berdampak pada kepentingan umum. Melatih diri untuk selalu berfikir panjang sebelum melakukan sesuatu juga hal yang harus dimulai dari sekarang.
(Dok. Searching Google)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar