Selasa, 13 Februari 2018

Calon Arang, Banten Selatan dan Midah

Aku punya beberapa koleksi novel karya Pramoedya Ananta Toer. Siapa yang tidak kenal Pramoedya Ananta Toer atau biasa dipanggil dengan Pram ini? Beliau merupakan sastrawan legendaris pada masa kemerdekaan, orde lama dan bahkan sampai pada masa orde baru. Biografi nya begitu panjang lebar dibicarakan pada berbagai media baik offline maupun online. Tidak sedikit karya-karya yang dihasilkannya. Pram yang dilahirkan di Blora pada tahun 1925 dan hidup di beberapa era tersebut, sangat terlihat pada karya-karyanya yang syarat akan nilai sosial, budaya, politik dan kemanusiaan. 

Sejujurnya aku bukan pencinta Pram, pada awalnya. Melihat awal cerita saja rasanya terasa berat, sebelumnya. Tapi entah mengapa tetiba aku kepikiran ingin membaca beberapa karyanya yang sudah menjadi koleksi pribadiku. Hal itu kulakukan karena memang sedang bingung dengan bacaan novel apa yang selanjutnya bisa aku baca. Novel pertama yang akhirnya terbaca adalah 'Kisah Calon Arang'. Novel yang tidak lebih dari 100 halaman tersebut berhasil aku selesaikan dalam semalam. Sangat tipis menurutku untuk ukuran novel namun aku sangat terpesona dengan isinya. Pram mampu membuatku begitu memahami ibu tua berkelakuan jahat seperti Calon Arang tersebut. Dia mampu menggambarkan sosok Calon Arang ini menjadi sosok yang begitu menakutkan sampai-sampai aku sendiri sebagai pembaca merasa sedikit ketakutan. Settingan tempat dan suasana pedesaan pada masa pemerintahan Kerajaan Kadiri yang saat itu dipimpin oleh Raja Airlangga terlihat jelas seolah-olah aku hidup dan berada pada masa tersebut. 

Tidak kalah menariknya dengan Calon Arang, novel kedua Pram yang aku baca adalah 'Sekali Peristiwa di Banten Selatan'. Novel ini mengisahkan sebuah gejolak politik yang terjadi pada sebuah desa terpencil di pesisir selatan Jawa Barat pada era orde lama. Terjadinya pemberontakan DI/TII melatarbelakangi kisah tersebut. Bagaimana Pram menggambarkan suasana mencekam saat-saat terjadinya pemberontakan dan perlawanan masyarakat desa terhadap penindasan. Narasi cerita tersebut betul-betul membuatku begitu bersemangat untuk terus melanjutkan alur ceritanya. Sampai-sampai tanpa sadar aku terbawa mimpi dan menjadi seorang buronan. Namun pada akhir cerita aku bahagia karena muncul juga cerita tentang kebersamaan dan kegotong-royongan yang akhirnya membuat pikiranku sedikit mereda dan adem.

Karena hari masih sore dan masih hari minggu, akhirnya aku meneruskan untuk terus membaca karya Pram dengan novel ketigaku yaitu 'Midah Simanis Bergigi Emas'. Berbeda sekali dengan kisah di Banten Selatan, kisah ini lebih mengetengahkan bagaimana seorang wanita muda ingin merasakan kehidupan bebas tanpa terbelenggu oleh aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku. Dengan latarbelakang keluarga yang begitu religius, Midah berusaha untuk keluar dari itu karena kekecewaan hidup yang dialaminya. Resiko besar sangat berani dia ambil meski menurutku itu terlalu berlebihan. Midah yang hanya mementingkan dirinya sendiri berkembang menjadi karakter yang keras hati dan semau hati. Aku dibuat menangis oleh kisah Midah tersebut. Meskipun keras hati, namun dia punya alasan kuat mengapa dia harus melakukan itu semua dengan segala resikonya, tentunya. Sampai akhir cerita tersebut, aku masih saja dibuat sembab dengan mata merah karena aku tak habis pikir dengan pemikiran Midah, yang memang tak ada pilihan lain untuknya. Yang aku sayangkan hanya pertimbangan 'apa komentar orang/tetangga'. Tapi apa boleh buat, kita orang timur dan hidup pada masa 1950an memang seperti itulah masyarakat kita. Tak bisa kita begitu saja cuek tanpa memikirkan anggapan orang lain, apalagi kita perempuan. Begitu banyak sorotan-sorotan apalagi hal yang bersifat negatif hinggap ditubuh kita, akan menjadi sasaran empuk tetangga untuk dijadikan sarapan gosip mereka. 

Karya-karya Pram memang sangat menggugah selera, menurutku. Tak heran beliau begitu dikenal sebagai sastrawan senior yang kredibilitasnya sangat sangat diperhitungkan. Bahkan kancah dunia pun mengakui kehebatan karya-karyanya. Bahasanya yang sangat merakyat, biasa, simpel dan mudah dimengerti namun memiliki bobot isi yang luar biasa menjadikan beliau sosok yang sangat dikagumi oleh para pencinta novel Indonesia. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar