Muncak, atau naik gunung. Pertama kali aku lakukan saat kelas 1 SMA dan yang menjadi lokasi pertamaku saat itu adalah Puncak Limas, Gunung Wilis. 2 kali aku pergi kesana bersama rombongan Saka dalam kegiatan latihan gabungan Saka (Pramuka) yang diprakarsai oleh Saka Bhayangkara. Satu hal yang menarik buatku, ternyata 2 kegiatan tersebut sempat aku dokumentasikan dalam bentuk narasi di diariku. Aku bersyukur karena hal itu sangat membantuku untuk mengingat hal-hal indah yang terjadi pada waktu itu.
Tak ada kalimat yang aku ubah dari diariku itu.
Tak ada kalimat yang aku ubah dari diariku itu.
(Dok. Searching Google)
Pada hari Sabtu lalu, yaitu tanggal 10-11 Juni 2000 aku pergi ke Puncak Limas, Gunung Wilis bersama dengan teman-temanku di Saka dan itu merupakan kegiatan gabungan antar Saka yaitu Bhayangkara, Bakti Husada, Wana Bakti dan Kencana. Disana sangat indah dan juga menyenangkan. Jalannya sangat licin dan menanjak sehingga memerlukan tenaga yang banyak untuk sampai ke puncak. Tapi sebelum sampai ke puncak, kami bermalam dulu di Sekartaji yang udaranya sangat dingin sekali. Semalaman saya tidak dapat tidur dan terus berapi-api sampai pagi.
Paginya, kami semua meneruskan perjalanan sampai ke Puncak. Saya melihat alam begitu luas dan sangat indah sekali bagaikan berada di atas awan. Gunung Arjuna terlihat kecil mungil seperti perahu yang berada di hamparan laut yang berwarna putih lembut (awan). Pulang dari sana aku bawa sesuatu yang sulit dihilangkan, yaitu bunga abadi (edelweis).
Sesampai di rumah, aku sudah sangat capek sekali dan langsung tidur. Paginya, aku nggak bisa jalan dengan baik sehingga harus naik becak untuk pulang pergi ke sekolah. Kenangan ini nggak akan aku lupakan karena pertama kali inilah aku sudah dapat pergi ke Puncak Limas yang tingginya 2.385 meter meskipun aku harus menggagalkan menjadi Panitia MOS.
Bagiku ini lebih berarti.
********
Jumat, 8 Juni 2001
Hari Sabtu lalu, tepatnya pada tanggal 2 Juni 2001 aku pergi ke Puncak Limas lagi dalam acara temu Saka "Limit II". Yang mengikuti kegiatan tersebut adalah Saka Bhayangkara sebagai tuan rumah, Saka Taruna Bumi, Saka Kencana, dan Saka Bakti Husada. Pesertanya sangat banyak sekali. Ada seorang senior Saka Taruna Bumi yang ingin berkenalan denganku, namanya Romadhon. Tapi ya.... aku tidak mempedulikannya sama sekali.
Sampai di Roro Kuning semua peserta memulai pembukaan. Ternyata disana aku bertemu dengan mas Henpri, temannya Pipit. Pipit sendiri juga ikut karena memang dia ingin sekali ikut. Dia memakai kaos BP. Aku diperkenalkan dengan temannya yang bernama Daryono dan Agus. Kami berlima akhirnya berangkat terlebih dahulu dengan seizin dari pihak Bhayangkara.
Di jalan kami bertemu dengan mas Khoiril Anam dan mas Slamet. Mereka adalah senior kelas 3 di Saka Bhayangkara, dan ternyata mas Khoiril adalah saudara sepupu ku (satu buyut) yang tinggal di Pace. Akhirnya, kami bertujuh berjalan terus hingga hari mulai senja. Aku merasakan hal yang aneh. Soalnya medannya tidak sama dengan yang dulu. Mas Henpri pun merasakan demikian. Karena memang hanya aku dan mas Henpri lah yang pernah ke Sekartaji. Karena medannya semakin menanjak, kami memutuskan untuk berhenti. Sambil minum, mas Henpri mencoba untuk kembali. Setelah kami menunggu lama, akhirnya kami mengikuti jejak mas Henpri.
Kami semua turun dan kembali ke lokasi saat kami bertemu dengan mas Khoiril dan mas Slamet tadi. Kami beristirahat, sholat dan makan, sambil membuat api-api kecil. Saat kami akan berangkat, kami melihat 3 orang sedang naik sehingga kami yakin bahwa itulah rute yang benar. Setelah itu, kami menemui 3 orang pemuda tadi dan ternyata adalah pelajar SMU kelas 2 dari Kediri. Di perjalanan kami bertemu dengan senior-senior Saka yang harus kembali turun karena ada yunior Saka Bhayangkara yang bernama Tutut, sakit. Dia kesurupan di Roro Kuning.
Setelah melalui beberapa tanjakan yang cukup melelahkan sekali, akhirnya kami sampai juga di Sekartaji. Sampai disana aku langsung gabung dengan teman-teman Saka Bakti Husada. Aku langsung mencari tempat tidur dengan Vera karena sangat lelah sekali dan karena kaki ku habis kram.
Pukul 24.00 kami semua bangun untuk melakukan api unggun. Aku ditunjuk teman-teman untuk melakukan orasi. Sehabis itu, kami semua tidur lagi. Aku dan Vera tidur beralaskan rerumputan dengan bantal sebuah batu dan berselimutkan langit hitam. Aku bangun kira-kira pukul 04.00 dan mas Slamet mencariku karena pipit sesak nafas. Setelah kami bantu, akhirnya pipit baikan dan kami semua bercanda sampai pagi.
Setelah itu, semua melanjutkan perjalanan menuju Puncak Limas. Di persimpangan jalan, kami bertemu dengan siswa-siswa kelas 3 SMADA diantaranya mas Ali, mas Yusna, Mba Endang, Mbak Leli, dan masih banyak yang lainnya. Sesampai di puncak kami semua menundukkan kepala, mengucap syukur dan memuji kekuasaan Tuhan. Setelah semua mencari bunga edelweis kami semua turun.
**********
Catatan:
Jika saat itu aku tahu bahwa Edelweis adalah tanaman yang wajib dilindungi dan dilestarikan, maka tak akan sepucuk pun kupetik dari tangkainya. Dan pastinya teman-teman Saka dan adik-adik, turut aku larang untuk memetiknya. Andaikan saja....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar