Kamis, 11 Januari 2018

Hidup Tanpa AC

(dok. searching Google)

Di era sekarang ini begitu banyak hal dituntut cepat dan instan dengan alasan kepraktisan dan tidak buang-buang waktu. Semua itu demi apa? demi sebuah kenyamanan hidup. Oleh sebab itu banyak sekali fasilitas pendukung kehidupan kita yang diciptakan mulai dari mesin cuci, kulkas, mie instan, dan masih banyak lagi produk-produk instan lainnya. Apakah aku ikut menikmatinya? apakah aku turut memanfaatkannya dalam kehidupan sehariku? pastinya.

Kalau boleh jujur, sulit kita terlepas dari itu semua, apalagi kita hidup di sebuah kota besar dengan pekerjaan yang juga menuntut semua serba cepat dan tepat. Ada fasilitas lain yang agak sedikit mengganguku dalam mengikuti trend instan ini, yaitu penggunaan AC. Kita semua tahu bahwa sebagian besar bangunan baik itu rumah pribadi maupun perkantoran menggunakan AC. Untuk apa? tentunya demi sebuah kenyamanan dengan cara instan, yaitu mendinginkan sebuah ruangan dengan cepat tanpa harus mencari udara luar dengan angin sepoi-sepoinya.

Sudah sangat sulit memang mendapatkan hembusan angin sejuk apalagi di sebuah kota besar. Mungkin kalau aku tinggal di pusat kota dengan kantor yang juga bertingkat sehingga nyaris tidak memiliki jendela aku tidak akan bisa menghindarkan diriku dari penggunaan AC tersebut. Namun aku beruntung memiliki kantor dan rumah yang berlokasi di perbatasan antara Medan dan Deli Serdang sehingga udara sejuk masih bisa aku dapatkan.

Kantorku memiliki konsep terbuka dengan pintu jendela yang besar-besar di kanan kirinya, dengan suasana pohon yang rindang, sekitar pun masih terlihat banyak lahan-lahan kosong dengan beberapa perumahan-perumahan yang mulai menjamur. Begitu juga dengan rumah yang sekarang aku tinggali. Meskipun hanya berukuran 6 x 16 meter namun memiliki jendela yang semuanya mengakses ke luar ruangan. Dan dengan kondisi itu semua membuatku akhirnya memutuskan untuk tidak menggunakan AC dalam setiap harinya, meskipun sebenarnya di kantor telah bertengger cantik di ujung ruangan.

Beberapa kali anakku merengek minta dipasangkan AC, aku dan suami hanya bisa mengatakan ya nanti ya. Namun selang bertahun-tahun kemudian tak pernah terpikirkan lagi oleh kami untuk memasang AC barang sebiji pun di rumah. Sebenarnya bukan karena alasan yang kuat untuk tidak memasang AC di rumah kami, apalagi alasan yang lebih idealis seperti misalnya go-green atau ramah lingkungan. Hanya saja tidak pernah sekalipun terpikirkan kami untuk membelinya. Simpel. Dan efeknya sangat menyenangkan bagiku dan keluarga. Pengeluaran untuk membayar listrik tidak terlalu membengkak.

Aku sadar, demi membayar sebuah harga kenyamanan akan didapatkan sebuah efek samping. Banyak informasi dari beberapa temanku yang anaknya harus menginap di rumah sakit dengan beberapa diagnosa penyakit mulai dari batuk, pilek, gangguan pernafasan bahkan ada yang polip. Sampai-sampai anak mereka harus diuap atau apapun istilah medisnya itu, dengan tujuan untuk menormalkan kembali kesehatan anaknya. Aku bukan dokter, namun dari beberapa teman yang aku tanyakan hampir semuanya memasang AC di rumah mereka. Bahkan penggunaan yang terus menerus agar si anak merasa nyaman, adem dan tidak berdebu. Aku hanya bisa berucap, cobalah untuk kurangi AC ya....lumayan bisa hemat bayar tagihan listrik.

Semakin hari semakin tidak aku pedulikan lagi tentang apa itu harga diri atau nilai sebuah prestise yang mana jika melihat kemapanan seseorang bisa dilihat salah satunya dengan memasang AC di rumahnya. Begitu juga di kantor. Hampir semua teman kantor berlomba ingin ditambahkan kualitas AC nya agar ruangannya semakin dingin dan nyaman, aku malah memutuskan untuk membuka daun jendela lebar-lebar agar hawa dingin luar masuk ke ruanganku. Nyaman tidaknya itu semua memang tergantung kebiasaan kita. Dan aku sampai saat ini masih merasa baik-baik saja dan bisa bekerja dengan optimal dengan kondisi semilir angin luar.

(dok. searching Google)


Cintai bumimu.... cintai keluargamu...... dan cintai dompetmu....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar