Minggu, 30 September 2018

Rian

Rian: “Hei lara.... apa kabar? aku Rian. masih ingat aku nggak?”

tersentak aku tiba-tiba membaca sms di handphone. Rian. Itulah namanya. Dia adalah salah satu teman baik yang aku kenal pada sebuah ekstrakurikuler tambahan di luar sekolahku dulu. Sudah terasa lama aku meninggalkan kota kelahiranku untuk melanjutkan kuliah di kota ini. ya.. 4 tahun sudah aku mengenal Rian, dan terasa sudah begitu lama.

Lara: “Hei Rian... kbr baik. Ingat? pastinya dong. mana mungkin aku lupa”

Rian: “Wahhh... senangnya kamu masih mengingat aku Lara. Bagaimana kuliah disana? pasti kamu betah ya”

Hujan gerimis diluar membuat aku malas beranjak dari kursi tempat aku duduk. Sms Rian untuk sementara aku abaikan saja. Malam itu aku begitu menikmati santapan nasi goreng yang dibuat oleh Mbak Mun, pemilik kantin asrama.

Tiba-tiba datang sms lainnya dari Yudi.

Yudi: “Lara please. Balas dong sms ku. kamu tak seharusnya memutuskan sepihak hubungan kita. seharusnya kamu memberikan kesempatan untuk aku bisa menjelaskan semuanya. Please lara. jangan pergi begitu saja”

Terasa ingin marah saja aku dibuat oleh sms itu. Aku heran. Tak ada menyerahnya laki-laki satu ini. Sudah berapa kali kukatakan, aku tak bisa lagi melanjutkan hubungan ini. Aku sudah tidak bisa mencintai Yudi lagi.

2 tahun sudah aku menjalin hubungan dengannya. Awalnya begitu menyenangkan. Namun lama kelamaan, Yudi mulai seenaknya mengatur kehidupanku. Aku dilarang lagi mengenakan celana jeans, dengan alasan wanita anggun seharusnya mengenakan rok, aku dilarang menguncir rambutku karena terlihat kampungan, aku diharuskan keluar dari Mapala dengan alasan tidak seharusnya wanita berada disitu. Yah... Yudi berusaha untuk menguasaiku sepenuhnya dan menjauhkan aku dari teman-temanku. Setidaknya itu yang aku rasakan.

Dan aku masih sangat marah dengan Yudi. Buatku... tak ada gunanya aku membalas sms itu. Begitu juga dengan Rian. Aku terlupa untuk membalas sms Rian malam itu. Aku hanya ingin menikmati kesendirianku dengan sepiring nasi goreng. Thanks Mbak Mun.

1 bulan kemudian liburan semester tiba. Banyak teman-teman asrama yang memutuskan untuk pulang kampung. Begitu juga denganku. Meskipun tak ada rencana apapun untuk bisa aku lakukan dikampung halamanku selain tentunya bertemu dengan bapak ibuku, namun aku harus tetap pulang.

Seperti biasa, aku langsung menuju ke stasiun Kota untuk memesan tiket dan menunggu kereta datang. 12 jam adalah waktu yang sangat panjang untuk perjalanan menuju kampung halamanku. 12 jam adalah waktu yang cukup lama untuk kegiatan yang hanya duduk-duduk termenung seorang diri. Tertidur... terbangun... makan... tidur lagi... terbangun... sudah cukup melelahkan buatku.

Kebahagiaan tersendiri aku bisa sampai di rumah. Setelah beramah tamah dengan keluarga, tiba-tiba aku teringat kembali dengan Rian.

Lara: “Rian... apa kabar? maaf baru memberimu kabar sekarang. Kemarin-kemarin aku sangat disibukkan dengan tugas-tugas UAS”

Rian: “hei lara. kabar baik. iya nggak papa kok aku paham dengan kondisimu”

Lara: “Ngomong-ngomong... Rian dmn posisi skrng? aku lagi pulkam nih”

Rian: “Really? eemmm.. aku masih kerja nih. Sampai kapan kamu pulang?”

Lara: “aku cuma seminggu di rumah. Minggu besok sudah harus balik kampus”

Rian: “Oh... cepet banget. bisa kita jumpa Lara?”

Tersentak aku dengan sms barusan. Aku bingung harus mengatakan apa. Aku tahu dari SMA Rian sudah menunjukkan tanda-tanda menyukaiku. Dan aku selalu menghindarinya. Aku bingung dengan perasaanku saat itu. Aku hanya menunggu orang lain yang tak kunjung datang, dan aku mengabaikan Rian. Aku hanya memberikan harapan-harapan kosong padanya.

Dan sekarang, aku masih saja bingung dengan perasaanku. Mampukah aku membuka diri setelah beberapa bulan lalu aku putus dengan Yudi?

Lara: “maaf tadi masih antar ibu kepasar. kapan Rian pulang?”

Rian: “mungkin sabtu sore baru bisa pulang Lara. Malamlah baru sampai rumah”

Lara: “ya udah minggu pagi aja kita jumpa. tapi siangnya aku harus balik ya. keretaku jam 14.00”

Rian: “oke. sampai ketemu minggu pagi ya”

Aku cemas. Benarkah keputusanku? aku tahu Rian masih sangat mengharapkanku. Namun bagaimana dengan perasaanku? aku hanya ingin mencoba membuka hatiku untuk Rian. Aku berharap pertemuan kita nanti dapat menumbuhkan benih-benih cinta yang ada dihatiku. Tak bisa kupungkiri. Ada terbersit rasa suka juga dihatiku. Namun aku ragu, apakah ini cinta?

Minggu pagi itu, Rian tidak mengingkari janjinya. Tepat pukul 08.00 dia datang ke rumahku. Kusambut dengan senang. 4 tahun sudah kita berpisah jarak, namun tak banyak perubahan yang terjadi diantara kita. Rian masih tetap Rian yang dulu. Kurus, tinggi, tenang, dan berwibawa. Dia dulunya adalah Pemangku adat di ekstrakurikuler kami. Dan sepertinya, sisa-sisa karakter pemangku adatnya masih dia bawa sampai sekarang. Atau setidaknya, Rian membuatku kembali mengenang masa-masa SMA ku dulu.

Lara: “yuk, kita jalan-jalan yuk”

Setelah berpamitan dengan kedua orang tuaku, kami langsung pergi dengan berkendara motor. Dia masih saja care seperti dulu. Perhatiannya yang berlebihan terhadapku membuat aku bisa lebih nyaman dan terbuka dengannya.

Kami mengunjungi beberapa tempat wisata yang ada di kota kami. Kami bercanda sepanjang perjalanan, menceritakan kejadian-kejadian konyol yang dulu terjadi diantara kami dan teman-teman kami.

Rian: “kamu ingat kan Lara, saat senior menyuruh kita makan ubi mentah?”

Lara: “hahaha... iya iya... aku ingat yan. Kok mau-maunya sih kita disuruh-suruh kaya gitu?”

Rian: “Ya iyalah ra... tapi kan kita bisa balas dendam juga sama junior-junior kita”

Lara: “hahhaa... bener-bener. Ingat kan pas Hanan buat nasi komando?”

Rian: “yang akhirnya es campurnya tumpah gara-gara dikejar anjing?”

Lara: “hahahaa.... iya iya... konyol banget tu Hanan”

Terasa hangat obrolan kami minggu itu sampai tak terasa waktu terus berjalan. Kami menikmati krupuk pecal yang merupakan ikon kampung halaman kami. Sesekali obrolan kami terasa hening, namun aku langsung nyerocos bercerita hal-hal lain. Aku tahu Rian ingin mengatakan sesuatu kepadaku. Namun sepertinya aku belum siap untuk mendengarkan. Kembali kuceritakan kejadian-kejadian konyol lain saat kami semua masih SMA. Dan Rian hanya tersenyum sesekali. Namun, jam tanganku sudah menunjukkan pukul 11.00.

Lara: “Rian... aku harus pulang. Aku harus segera packing Rian”

Rian: “Baiklah...”

Rian: “Oya Lara.. kapan kamu pulang lagi”

Terdiam aku beberapa saat.

Lara: “Aku belum tahu Rian. Mungkin 6 bulan lagi saat libur semester tiba. Tapi aku pun nggak bisa janji”

Rian: “Oooo.. Boleh aku antar kamu ke stasiun Lara”

Lara: “Dengan senang hati Rian”

Rian: “Tapi aku pulang dulu ya.. masih ada beberapa hal yang harus aku kerjakan. Kita jumpa di stasiun aja ya Lara?”

Lalu kami berpisah di simpang jalan rumahku. Aku langsung bergegas mempersiapkan beberapa keperluan untuk aku bawa kembali ke kota tempat aku kuliah. Aku mandi, berpamitan dan langsung menuju stasiun. masih ada waktu 2 jam untuk menunggu Rian sebelum keretaku datang. Aku menunggunya. Aku tersenyum sendiri. Sangat bahagia aku hari ini. Rian sangat mampu mengobati rasa rinduku akan masa lalu.

Namun, apakah aku jatuh cinta pada Rian? Itu yang masih menjadi pertanyaanku. Aku nyaman dengan dia. Aku bebas berekspresi saat bersama dia. Namun apakah aku jatuh cinta? Pertemuan tadi aku maksudkan untuk menebus kesalahanku di masa lalu karena sering mengabaikan Rian. Namun apakah aku jatuh cinta?

1 jam sudah aku menunggu Rian, namun dia tak kunjung juga datang ke stasiun.

Rian: “Lara... masih di stasiun kan?”

5 menit kemudian.

Lara: “Iya Rian"

Rian: "Maaf Lara. Ini masih dijalan. Sebentar lagi aku sampai”

Oke. mungkin 10 menit lagi kita jumpa dan mungkin itu waktu yang cukup untuk bisa mengobrol lagi dengannya. Dan tak terasa sudah 45 menit berlalu, namun Rian pun tak kunjung datang. Jujur, aku tak merasa bersedih dengan itu. Aku hanya kasihan dengan Rian. Sepertinya dia akan sia-sia sampai ke stasiun karena sebentar lagi keretaku akan datang. Dan memang benar. Kereta dari arah timur, kini sudah masuk ke stasiun dan akan membawaku kembali ke kota tempatku kuliah.

Aku masih mencoba untuk menunggunya.

Dan...

Dan...

Dan akhirnya dia datang. Dia datang dengan terburu-buru. Aku tak tahu apa yang terjadi selama perjalanannya menuju stasiun. Tak sempat lagi dia menceritakan semuanya kepadaku.

Rian: “Lara... maafkan aku. Aku terlambat”

Lara: “Nggak papa Rian. Tapi aku harus pergi... bye...”

Lalu aku berjalan menuju arah gerbong yang menjadi tempat dudukku.

Rian: “Ra....”

Dia memanggil. Aku menoleh. Dan aku hanya tersenyum.

Lalu aku menaiki gerbong kereta, berdiri dipintu masuk. Melihat Rian yang hanya berdiri terpaku seorang diri. Terlihat rasa lelah menyelimutinya. Nafas yang masih terlihat terengah-engah dicobanya untuk diabaikan sementara. Dan kereta api lambat laun berjalan meninggalkan stasiun. Rian terlihat semakin mengecil lalu hilang.

Lara: “Maafkan aku Rian, aku sadar ternyata aku belum bisa jatuh cinta kepadamu”

Rian: “Nggak papa ra...”

Dan setelah itu tak pernah lagi kudengar kabar darinya. Rian bagai hilang ditelan bumi.


Selasa, 03 April 2018

Stasiun Nganjuk

Berat rasanya hati ini
Meninggalkan kota ini lagi
Berkali-kali aku berlari dan terus berlari
Sampai tak mampu lagi kaki terhenti
Semuanya kumulai dari sini
Di stasiun ini

Di stasiun ini juga kugantung mimpi
Mimpi akan bintang di langit
Mimpi akan cita-cita yang tinggi
Walau semuanya hanya berawal dari niat ingin berlari

Aku bersyukur kini mimpi telah datang
Kini mimpi bisa kugenggam
Namun sayang, kebiasaan berlariku tak mampu kutahan

Aku ingin terus berlari
Selaju kereta api yang tak mampu menepi
Walau ingin berhenti
Namun aku sadar itu tak mungkin terjadi
Ya…aku sadar…berharap benar

4 Desember 2017
Pukul 22.00 WIB

(Dok. Searching Google)



Angin Pancaroba

berdiri aku terpaku
terasa lagi hembusan itu

desiran sayup yang tiba-tiba datang
menyentuh titik jantung yang terdalam

kali ini pancaroba mendatangiku
hembusan angin itu menemukanku
dan sepertinya dia tau 
bakal selalu menemukanku

di negeri yang angkuh
di negeri yang bermile-mile melintas jauh
hembusan yang selalu mengingatkanku
akan semua masa kecilku
akan semua tumbuh kembangku

angin ini mengingatkanku selalu akan kota kecilku

berjalan beriringan teman
berlari kecil, bersepeda melawan angan
berat namun menyenangkan

Sampai kapanpun dan dimanapun
angin pancaroba selalu bisa menemukanku
selama masih di zona yang sama
zona tropis bermusim dua
yang selalu bisa kurasakan hadirnya

(Dok. Searching Google)

Senin, 05 Maret 2018

Arok Dedes (Pramoedya Ananta Toer)

Satu hal yang paling aku sukai dari karya-karyanya Pak Pram adalah tentang penggambaran setting tempat dan alur ceritanya. Beliau mampu mendeskripsikan secara detail lokasi-lokasi yang menjadi latar cerita dan beberapa peristiwa besar dalam sejarah Nasional sehingga pembaca mampu membayangkan seperti apa kondisi saat itu. Beliau mampu menggabungkan cerita deskriptif dengan narasi yang begitu indah namun tidak terlihat bertele-tele atau istilahnya sekarang, lebay.

Salah satu novel yang saat ini sedang aku baca adalah Arok Dedes. Pasti sebagian besar kita sudah sangat familiar dengan kisah dua sejoli ini. Sebagian besar kita sudah sangat paham bagaimana alur cerita dari kisah tersebut. Tak perlu lagi aku ceritakan kembali bagaimana kisah itu berlangsung. Dan bagi yang belum tahu kisahnya, lebih baik segera mencari novel-novel tersebut baik dari karya Pak Pram sendiri maupun karya-karya dari novelis lainnya.

Kembali lagi aku masih saja mengagumi tokoh penulis penting ini, Pak Pram. Dalam novel Arok Dedes ini beliau sangat detail menggambarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa itu. Novel yang memiliki tebal tidak kurang dari 550 halaman ini, dalam 1,5 hari saja bisa dirampungkan sampai 350 halaman, ntah karena memang aku penggemar gaya bahasanya Pak Pram ataukah memang novelnya yang membuat kecanduan untuk terus membacanya. 

Bagi kalian yang suka dengan hal-hal berbau sejarah atau masa lalu, atau sedang menekuti hal-hal yang terkait masa lalu terutama masa Hindu-Buddha di Indonesia, novel ini bisa sangat membantu. Terlepas dari keakuratan data sejarahnya, hal itu memang harus disinkronkan kembali dengan data-data sejarah yang ada. 

Keasyikan tersendiri bagi para pecinta novel sejarah adalah kita bisa mempelajari hal-hal terkait masa lalu dengan gaya bahasa yang lebih luwes dan tidak kaku seperti karya tulis ilmiah. Namun sebagai catatan, kita tidak bisa telan mentah-mentah informasi tersebut, kita seharusnya tidak mudah percaya dengan hal itu dan jika masih saja ingin mendalami data itu harus mencari sumber yang betul-betul valid, misalnya buku babonnya para sejarawahwan, Sejarah Nasional Indonesia Jilid 1-6. 

Namun begitu Pak Pram mampu menarasikan kisah yang berlatar belakang Kerajaan Kadiri ini di masa kepemimpinan Kertajaya (keturunan Raja Airlangga) dan hubungannya dengan kerajaan dibawahnya dengan raja kecil, Tunggul Ametung yang tidak lain adalah suami Ken Dedes. Dalam kisah itu juga menceritakan bagaimana seorang berkasta sudra bisa menjadi ksatria, bagaimana seorang berkasta brahmana ditaklukan oleh seorang ksatria berdarah sudra sehingga harga dirinya merasa direndahkan. 

Selain itu, Pak Pram mampu menceritakan adanya kronologi cerita kisah-kisah masa Hindu-Buddha sebelum berakhirnya Kerajaan Kadiri, adanya wangsa Isana dan Syailendra selama masih di daerah Jawa bagian tengah, lalu adanya hubungan dengan Sriwijaya, perpindahan ke wilayah timur sampai muncul Pu Sindok, Dharmawangsa Tguh, adanya hubungan dengan Udayana di Bali, dan semua  itu digambarkan dengan terperinci lengkap dengan kisaran angka tahunnya, yang dibuat dalam tahun Saka. 

Kisah Ken Dedes dan Ken Arok yang merupakan cikal bakal munculnya Kerajaan Singasari ini digambarkan dengan berbagai intrik-intrik dalam lingkup kerajaan, strategi-strategi terselubung untuk menumbangkan Akuwu Tunggul Ametung dengan seizin sang Brahmana Lohgawe. Adanya gambaran Gunung Kelud, Gunung Arjuna, Gunung Kawi, dan Gunung Penanggungan menandakan setting tempat tersebut berlokasi di daerah Malang dan sekitarnya. 

Dalam novel tersebut, digambarkan seorang perempuan dengan berpakaian hanya mulai dari bagian perut ke bawah. Sedangkan bagian atasnya bertelanjang dada. Berdasarkan relief-relief candi yang ada di Jawa baik itu di Jawa Tengah maupun Jawa Timur, memang gambaran seorang perempuan berpakaian seperti itu, baik dia penganut Buddha, Hindu Siva maupun Hindu Visnu. Barulah pengaruh Islam masuk, para perempuan mulai menutup bagian dadanya. 

Dan masih banyak hal-hal lain yang bisa kita pelajari dari kisah novel tersebut. Selamat membaca dan teruslah berkarya.

(Dok. Pribadi, 2018)

(Dok. Pribadi, 2018)

Sabtu, 03 Maret 2018

Peter Rabbit

Pas tanggal 1 Maret gajian, pas juga anak lanang nagih minta nonton bioskop. Aku dan anakku Archan sepertinya tanpa kita sadari memiliki kebiasaan nonton bioskop berdua. Berawal saat dulu sang suami berangkat S2 di Yogyakarta, aku yang saat itu masih berdua dengan Archan banyak menghabiskan waktu akhir pekan kami dengan ngemall dan nonton bioskop. Sabtu jam 11 siang, setelah jemput sekolah langsung on the way ke Mall dan biasanya langsung menuju bioskop. Kebayang dong kalau anak kecil diajak nonton? ya... ujung-ujungnya tidur siang didalam. Namun daripada keliling nggak jelas yang ujung-ujungnya beli ini beli itu, ya bagusan nonton aja, pikirku. Lumayan bisa membuang waktu berdua.

Nahhh.... kali ini niatan awal kami sebenarnya memilih Black Panther, namun karena jadwalnya yang kesorean, kami akhirnya disarankan sama mbak mbak penjual tiket untuk menonton Peter Rabbit. Aaaa.... langsung dengan spontan Archan mengiyakan. Well.... karena ini film animasi dan menurutku sangat cocok untuk anak-anak, aku langsung membeli tiket untuk kami berdua. Sambil menunggu, kami sempatkan diri untuk nongkrong dilobi dan menikmati minuman serta makanan kecil kami.

Itulah enaknya nonton tidak di hari libur atau Sabtu-Minggu. Selain harga tiket yang lebih murah, pengunjungnya pun tidak bejibun. Dan saran lagi, mending nontonnya jangan pas baru rilis tu film, dijamin kehabisan tempat duduk. Dan kali ini dalam satu ruangan, hanya ada 6 orang penonton termasuk kami. Spektakuler. Berasa milik pribadi aja ya bioskopnya? Untung bukan film horor yang ditonton. Dan.... sajian Peter Rabbit siap dihidangkan.

(Dok. Searching Google)

Peter (James Corden) adalah tokoh utama dalam film ini. Seekor kelinci yang lincah dan nakal, bersama beberapa saudaranya mencoba untuk merebut rumah dan ladang milik Mr. McGregor (Domnhnall Gleeson). Film yang disutradarai oleh Will Gluck sekaligus penulis naskah bersama kedua rekannya Rob Lieber dan Beatrix Potter ini mengambil latar sebuah hutan dan desa kecil nan indah dengan berbagai jenis binatang-binatangnya. Peter bersama saudara-saudaranya selalu berusaha mencuri hasil ladang milik Mr. McGregor, dan perseteruan diantara mereka pun menjadi cerita inti dalam film animasi ini.

(Dok. Searching Google)

Yang menjadi renyahnya film ini, adanya tokoh lain yaitu Bea (Rose Byrne), seorang wanita cantik penyayang binatang yang begitu menyayangi Peter dan saudara-saudaranya. Bea, seorang pelukis yang tinggal di sebuah rumah tak jauh dari rumah McGregor dan pohon tempat tinggalnya Peter bersaudara. McGregor harus berusaha berpura-pura menyayangi Peter bersaudara demi mendapatkan hati Bea. Diujung cerita, Bea akhirnya tahu bahwa McGregor hanya berpura-pura menyayangi binatang dan dia sangat marah. McGregor begitu menyesali perbuatannya, menyerah dan kembali ke kota. Peter yang juga akhirnya merasa bersalah karena telah memisahkan mereka berdua, mencoba untuk memperbaiki keadaan dengan pergi ke London mengejar McGregor, meminta maaf dan mengajaknya kembali lagi ke desa.

Satu hal yang menarik perhatianku dari film animasi ini adalah setting tempatnya. Semua terlihat  begitu rindang, hijau, tenang dan sejuk. Ingin rasanya memiliki tempat tinggal seperti itu. Rumah Bea, juga menjadi perhatianku. Lantai rumahnya yang terbuat dari batu alam dan tembok-temboknya juga terlihat alami. Dia memiliki satu ruang khusus untuk menyalurkan hobinya melukis. Ingin rasanya memiliki rumah seperti itu, dengan halaman rumah yang luas dengan satu ruang khusus untuk melakukan segala kegemaran atau hobi kita dengan suasana yang begitu tenang. Tentunya yang ramah lingkungan.

(Dok. Pribadi, 2018)




Selasa, 27 Februari 2018

Perempuan Kurus Itu

Ibu-ibu kompleks mulai berdatangan bersamaan dengan bu Polan yang sedang menggelar dagangannya. Pagi itu seperti biasa aneka sayur mentah, ikan segar, ayam dan aneka bahan masakan lainnya dijajakan bu Polan di depan rumahnya. Aku yang terbilang jarang belanja di kedai, hari itu ikut meramaikan kedai bu Polan. Beberapa sayur dan ikan mulai kupilih untuk menu masakanku hari ini. 

Kulihat, ada seorang perempuan kurus menggendong bayi, terlihat pendiam dan enggan turut serta meramaikan kedai tersebut. Hanya satu untai bayam dan 2 bungkus tempe dia tenteng lalu didekatinya bu Polan.

Sambil berbisik perempuan kurus itu berucap, "bu... saya hutang lagi ya... saya nggak punya uang".

"Ah.... kau!!!! udah numpuk hutang kau ya.... ", gerutu bu Polan, "makanya punya laki yang bener!"

Tertunduk malu perempuan kurus itu sambil menggendong bayi 2 bulan yang sepertinya sedang gelisah minta susu.

Aku yang saat itu masih memilih beberapa sayur dan ikan, terperanjat mendengar bentakan bu Polan. Kulihat perempuan kurus itu tertunduk malu karena semua orang menatapnya. Dia meletakkan bayam dan tempe ketempatnya lagi, lalu berlalu meninggalkan kedai dengan tangan kosong. 

Tak lama setelah dia pergi, aku juga membayar beberapa belanjaan. Sambil menenteng belanjaanku, aku pun berlalu meninggalkan kedai. Sepintas kudengar bisik-bisik para ibu mengomentari perempuan kurus itu dengan pandangan miring. 

Aku berjalan menuju rumahku. Tepat di ujung jalan berbelok terlihat perempuan kurus itu sedang duduk gelisah di sebuah rumah kosong. Sepertinya dia kelelahan berjalan dan ingin istirahat sebentar disitu. Kudengar bayi digendongannya menangis tiada henti. Dia berusaha untuk terus menyusui bayinya, namun sepertinya tak kunjung kenyang. 

Aku yang saat itu merasa iba melihat kondisinya, kucoba untuk mendekati.

"Anak kakak sepertinya laper ya... kakak sendiri sudah makan?" Sapaku padanya.

Dia mendongak dan melihatku. Tiba-tiba kulihat airmata mengalir dipipinya. 

"Kak... kak... kakak nggak papa?", aku bingung saat itu harus berbuat apa. Lalu aku duduk disampingnya. Mencoba untuk menenangkannya.

"Aku nggak bisa masak lagi kak... sudah nggak dikasih ngutang lagi aku kak sama bu Polan", isaknya.

"Sabar ya kak...." hiburku kala itu. "Jadi pagi ini kakak belum makan?"

"Belum kak".

Terdiam lama kuperhatikan perempuan kurus itu sambil terus berusaha menyusui bayi yang ada digendongannya.

"Kami sudah 2 hari ini makan cuma pake kerupuk saja kak", ceritanya kemudian, "Laki ku udah nggak pulang 2 hari".

"Kemana suami kakak rupanya?"

Terdiam dia. Sepertinya ada keengganan dimulutnya untuk mengatakan yang sebenarnya. Langsung aku alihkan pembicaraan agar dia tidak merasa sedih lagi.

"Anak kakak berapa?"

"6 kak... ini yang terkecil".

"Banyak ya... jadi mereka semua juga pada belum makan pagi ini?"

Terangguk dia lalu terdiam lagi aku dibuatnya. Aku merasa ada beban dipikirannya yang ingin rasanya dia keluarkan. Setelah beberapa menit kami membisu, dia lalu bertanya.

"Kakak orang sini?" 

"Nggak kak... aku cuma main kerumah uwakku. Itu rumah uwakku", kutunjuk asal saja salah satu rumah yang ada dideretan kompleks perumahan tipe 36 itu. Entah mengapa aku langsung berbohong kalau aku bukan orang kompleks situ.

Lalu perempuan kurus itu bercerita, "aku nyewa kak disini. Udah 6 bulan kami tinggal di kompleks ini", kemudian dia melepaskan nenen bayinya karena dilihatnya sudah tertidur lelap karena kecapekan. 

"Aku ketemu bang Ronal di kafe kak. Aku dulu penyanyi kafe. Entah mengapa tiba-tiba aku langsung jatuh cinta begitu saja dengan bang Ronal. Lalu kami menikah".

"oooo...."

"Aku tahu bang Ronal tak ada kerjanya kak. Dia datang ke kafe cuma mau minum sama karaokean saja kak. Tapi aku sudah terlanjur jatuh cinta padanya".

"Terus sekarang suami kakak kerja apa buat ngasih makan anak-anak kakak?" tanyaku.

"Itulah kak.... aku malu sebenarnya mau cerita ke kakak. Tapi karena kakak bukan orang sini... bolehlah kuceritakan ini".

Aku terus berusaha mendengarkan semua ceritanya.

"Lakiku maling kak.... "

"Oww....", tiba-tiba aku terhenyak. Teringat 2 bulan lalu aku begitu kesal dan emosi karena rumahku baru saja kemalingan. TV LCD ku lenyap digondol maling.

"Tapi sekarang lakiku sudah 2 hari nggak pulang kak. Dia ketangkap Polisi. Dia dikeroyok warga saat dia maling di kompleks Puri Asri", sambil terus dia meneteskan air mata, "tangan kanannya dipotong warga kak", tak kuat lagi sepertinya dia bercerita.

Aku pun yang saat itu masih shock dengan kondisiku sendiri mendengar kabar kalau suaminya adalah maling, mencoba untuk terus menghiburnya. "Sabar ya kak.... semua ini pasti ada hikmahnya". Sambil kukeluarkan sapu tangan lalu kuberikan padanya. Berharap dapat sedikit membantu beban yang ada dipundaknya. 

"Terima kasih ya kak. Aku malu sebenarnya cerita ini semua ke kakak. 2 bulan lalu lakiku pernah nyuri TV kak.... dibelakang rumah kami. Saat itu kami betul-betul tak punya uang kak. Anak-anakku nangis kelaparan semua. Kami bingung kak". 

"Ohhh.... ", lemasku kala itu. "rumah kakak nomor berapa rupanya?" tanyaku lalu.

"Blok F No. 8", jawabnya.

"Ohhh...." Itu rumah tepat dibelakang rumahku. Aku yang saat itu masih belum bisa terima dengan kehilangan TV LCD ku terasa begitu berkecamuk. Antara sedih, kesal dan kasihan.

"Terus apa yang kakak akan lakukan sekarang?"

"Nggak tahu kak. aku bingung. Anakku banyak. Lakiku di penjara. Aku nggak bisa ngasih makan anak-anakku lagi kak".

Kami berdua terdiam. Masing-masing dengan pikirannya sendiri-sendiri. Kukeluarkan selembar uang seratus ribu pemberian suamiku yang rencananya akan aku belikan susu untuk anakku.

"Terimalah ini kak... maaf aku nggak bisa banyak bantu. Semoga kakak hari ini bisa masak buat anak-anak kakak".

"Ohh... nggak usah kak... aku nggak ada maksud untuk minta uang ke kakak", tolaknya dengan halus.

"Nggak papa kak. Cuma ini yang bisa aku bantu buat kakak. Terimalah ini kak".

"Terima kasih kak.... maaf aku merepotkan", senyum sendu terlihat bahagia diwajahnya. Diciuminya bayi yang ada digendongannya sambil berbisik, "kita bisa makan hari ini nak...."

Lalu kami berpisah. Dia kembali ke kedai untuk membelanjakan uangnya. Dan setelah kulihat dia berlalu, baru aku pulang menuju rumahku. 2 hari kemudian kudengar perempuan kurus beserta ke-6 anaknya itu tak lagi tinggal di belakang rumahku. Entah pindah kemana akupun tak tahu. 

(Dok. Searching Google)




Senin, 26 Februari 2018

Kisah Pengemis di Jakarta

Gani. Seingatku itulah namanya. Anak laki-laki kecil yang setiap hari kulihat berjalan melintasi hutan kampus menuju fakultasku. Tanpa alas kaki, baju lusuh dan muka melas. Begitulah Gani setiap harinya. Setiap pukul 10.00 pagi sampai sekitar pukul 16.00 kulihat dia dengan 2 atau 3 teman lainnya mulai berpencar dan memulai aktivitasnya untuk meminta-minta. Kantin adalah tempat yang paling sering mereka kunjungi. Disitu banyak sekali mahasiswa yang menghabiskan waktu siangnya untuk makan siang dan istirahat. 

Saat itu tidak ada aturan dari kampus yang melarang para peminta-minta masuk di area kampus. Atau mungkin sudah ada namun aturan itu tidak terlalu diberlakukan, entahlah aku tidak terlalu paham dengan itu, yang jelas saat itu aku melihat mereka berlalu lalang. Aku yang saat itu bisa dibilang seumur jagung tinggal di Jakarta, merasa iba melihat Gani dan teman-temannya dengan muka melas mereka, kukeluarkan recehan dikantongku, kuberikan kepadanya. Setelah dia berlalu, salah satu temanku membisiku. 

"Lihat... disebelah sana. Lu lihat kan? Laki-laki berjaket jeans dengan celana hitam itu?", bisik temanku.

"Iya... gue lihat", jawabku.

"Dia itu bos nya Gani. Jadi percuma lu ngasih uang itu sama Gani. Uang itu bakal disetorkannya pada lelaki itu", aku terperanjat dengan bisikan temanku. "Lain kali kalo lu kasian sama Gani, lu ajak duduk aja dia, lu traktir makan. Kenyang deh Gani. Pasti melongo tu lelaki disana". 

Aku tak habis pikir saat itu. Bisa-bisanya seorang pengemis saja harus dimandorin seperti kuli bangunan. Itulah Jakarta, dan aku baru tahu itu.

Pernah suatu ketika juga, saat aku sedang menunggu bus kampus di halte Fakultas Ilmu Budaya seorang diri. Ada seorang ibu paruh baya mendatangiku dengan wajah melas. 

"Nak... lagi nunggu bus ya?" tanya ibu itu.

"Iya bu", jawabku.

"Gini nak, aku punya anak yang lagi kuliah di Kedokteran, Salemba. Aku sudah rindu sama dia. Aku ingin kesana, tapi aku tak ada ongkos nak. Boleh nggak ibu pinjem 50.000 besok ibu pulangin".

Dengan polosnya kujawab, "Nggak ada bu kalau 50.000. Tapi aku punya 10.000. Kayanya cukup lah bu untuk ongkos naik KRL ke Salemba", jawabku.

"Ya udah nggak papa nak. Beneran besok saya pulangin kok".

"Iya bu nggak papa", kukeluarkan uangku, kuberikan ke ibu itu dan berlalulah dia. Tak banyak yang bisa aku analisa dari kejadian itu. Tanpa kusadari ternyata ada salah seorang temanku yang sedari tadi memperhatikanku. Lalu setelah ibu itu pergi, dia menghampiriku.

"Churma, besok-besok lagi jangan lu kasih ya kalau ada Ibu-ibu kaya tadi", Aku masih diam dan bingung. Emang salah ya sikapku Tadi. "Dia itu penipu. Coba deh lu perhatiin, masak iya anaknya kuliah di Kedokteran penampilannya kayak gitu". Iya juga, pikirku. "Yuk... kita jalan ke balhut (balik hutan) yuk", ajak temanku.

"Lihat tu.... ibu itu lagi ngobrol sama mahasiswa lain kan? sama modusnya kaya lu tadi", spontan aku langsung merasa kesal karena telah tertipu. Aku yang sudah dengan niat tulus ikhlas, ternyata kena modus penipuan. Entah mengapa setelah kejadian itu, aku begitu tidak simpati lagi dengan para peminta-minta. Aku langsung acuh ketika didatangi oleh mereka. 

Semakin lama aku tinggal di Jakarta, semakin sering aku melihat modus-modus pengemis di jalanan. Namun, satu kejadian yang membuat hatiku tersayat saat itu, ketika pernah aku masuk di sebuah KRL. Saat itu pukul 10.00 pagi yang berarti kondisi KRL sedikit lengang, namun masih terbilang padat. Entah mengapa, saat itu aku kebagian tempat di gerbong paling belakang. Ketika aku masuk ke gerbong tersebut, aku lihat sekelilingku banyak sekali anak kecil (usia SD), ibu-ibu berpakaian lusuh dengan menggendong bayi dan ada juga yang sedang menggandeng anak kecil. 

Semakin aku dikejutkan dengan 2 lelaki berbadan besar yang sedang menceramahi mereka. Aku lirik sesekali. Ternyata lelaki itu juga menatapku. Aku sangat ketakutan. Itukah bos mereka? Ya Allah, jumlah pengemis itu banyak sekali dan mereka semua harus tunduk pada perintah 2 lelaki itu. Ya Allah, kasihan sekali anak-anak dan ibu-ibu itu. Aku yang tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa berdiri diam sambil menunggu stasiun tujuanku. 

Saat sampai di stasiun aku segera turun, membeli air mineral, dan duduk sejenak. Shock rasa hati ini. Entah apa yang aku rasakan. Sedih, takut dan kesal rasanya. Kejam sekali kota ini.

(dok. Searching Google)

Minggu, 25 Februari 2018

Kebun Binatang Kota Medan

(Dok. Pribadi, 2018)

Berkunjung ke kebun binatang sepertinya menjadi ritual wajib bagi anak-anak untuk mengisi akhir pekan atau liburan. Hampir di setiap kota atau propinsi memiliki kebun binatang di wilayahnya. Begitu juga dengan Medan. Kebun binatang yang ada di kota Medan berlokasi di Jalan Bunga Rampai IV, kelurahan Simalingkar B, Ujung Labuhen, Medan, Sumatera Utara dan hanya ditempuh sekitar 30 menit dari kota Medan. Kebun binatang ini memiliki luas sekitar 30 hektar yang dikelola oleh pihak Pemerintak Kota Medan dengan harga tiket masuk Rp. 15.000 (usia 4 tahun ke atas wajib bayar).

(Dok. Pribadi, 2018)

Kebun binatang yang biasa disebut sebagai Medan Zoo ini memiliki beberapa koleksi binatang yang ditata mengelilingi area tersebut. Mulai dari beraneka macam jenis burung, ular, harimau, gajah, beruang madu, buaya, kura-kura, siamang, monyet, orang utan, rusa, jenis-jenis unggas, dan beberapa binatang lainnya. Dengan area yang sangat luas tersebut, sebenarnya koleksi yang dimiliki pihak kebun binatang masih terbilang sedikit. Walaupun begitu andai saja penataannya dikelola lebih baik maka pengunjung akan betah menikmatinya. Namun sangat disayangkan, kondisi kandang yang ada terlihat sangat tidak terawat, ilalang tumbuh subur di area kandang sehingga menghalangi pengunjung yang ingin melihat binatang tersebut. 

Faktor keamanan, hanya kandang harimau dan beruang madu lah yang sekiranya terlihat aman dari pengunjung. Sedangkan kandang lain, beberapa kawat pembatas terlihat sudah berkarat, besi-besi mulai rapuh, dan ada beberapa tambahan kawat yang digunakan untuk memperbaiki kawat yang rusak. Dari segi estetika sangat tidak enak dipandang mata. Ada satu kandang lagi yang menurut saya kurang begitu aman untuk para pengunjung, yaitu kandang orang utan. Pagar yang rendah sedangkan sang binatang bergelantungan tinggi, ada perasaan was-was jika binatang tersebut mampu melompat keluar area kandang. 

(Dok. Pribadi, 2018)

(Dok. Pribadi, 2018)

(Dok. Pribadi, 2018)

(Dok. Pribadi, 2018)

(Dok. Pribadi, 2018)

(Dok. Pribadi, 2018)

Terdapat fasilitas pendukung lainnya yang disediakan di area kebun binatang tersebut yang dikelola oleh pihak-pihak luar. Fasilitas tersebut diantaranya permainan anak-anak (komidi putar dan odong-odong), penyewaan delman, menunggang kuda, outbond untuk anak-anak, flying fork, foto bersama gajah, dan penyewaan perahu di danau. Namun sangat disayangkan lagi karena pengelolanya yang tidak dicover semuanya oleh pihak kebun binatang, maka terlihat kesemrawutan disana sini. Masing-masing pengelola lebih mementingkan bisnisnya sendiri-sendiri sehingga abai akan tujuan utama dari dibukanya kebun binatang ini.  

(Dok. Pribadi, 2018)

(Dok. Pribadi, 2018)

 (Dok. Pribadi, 2018)

 (dok. Pribadi, 2018)

(Dok. Pribadi, 2018)

Fasilitas pendukung lainnya yang menurut pengamatan saya masih kurang maksimal adalah hampir sebagian besar jalan setapaknya rusak, paving block banyak yang hilang sehingga pengunjung kurang nyaman untuk berjalan kaki terutama bagi anak-anak dan lansia. Belum lagi ketika sisa air hujan menggenangi jalan tersebut. Akan sangat dibuat tidak nyaman para pengunjung untuk berjalan kaki.

(Dok. Pribadi, 2018)

Satu hal lagi yang tidak nyaman jika kita berada di kebun binatang kota Medan adalah banyaknya penjual yang menjajakan dagangannya di dalam, baik itu berupa makanan maupun sovenir-sovenir seperti topi, mainan, sandal, cinderamata, atau yang lainnya. Seharusnya pihak pengelola membuat area khusus diluar agar kebun binatang terjaga kebersihannya. 

(Dok. Pribadi, 2018)

Area parkir khusus roda dua pun terlihat belum memiliki lokasi khusus untuk itu. Area halaman depan utama masih saja digunakan sebagai lahan parkir sehingga sangat menggangu pengunjung yang sedang membeli tiket dan yang akan masuk ke dalam.

(Dok. Pribadi, 2018) 

Sangat berharap ke depannya, kebun binatang kota Medan semakin lebih baik, binatang-binatang yang menjadi koleksinya semakin terawat, fasilitas-fasilitas pendukung juga harus lebih diperhatikan, dan tentunya para penjaja makanan dan pedagang lainnya bisa dicover sedemikian baik sehingga kebun binatang semakin meningkat pengunjungnya di setiap harinya. 

Jumat, 23 Februari 2018

Kesemrawutan Lalu Lintas Medan

Kamu pengendara setia motor atau mobil? atau pernah merasakan dua-duanya? ataukah hanya duduk manis di belakang atau di samping sopir? Bagaimana jika lalu lintas padat dan semrawut selalu kamu alami setiap harinya ketika berangkat dan pulang kerja? Stress. Itu adalah kalimat pertama yang mungkin akan kamu ucapkan. 

Ketika macet mendera, mungkin yang muncul pertama kali adalah kekesalan atau bahkan mungkin makian. Namun, jika lalu lintas masih terlihat rapi dan tertib hal itu menurutku tidak masalah. Namun kondisi seperti itu merupakan pemandangan langka di Medan. Bukan karena padatnya pengguna jalan, namun kecenderungan karena kurang tertibnya masyarakat berlalu lintas. 

Hal itu sangat terlihat jelas ketika kita berada di perempatan lampu merah. Bahkan ketika jam kerja tiba (07.00 - 20.00 WIB) dimana lalu lintas sangat padat, para pengendara tidak segan-segannya nylonong begitu saja meskipun dalam kondisi lampu merah. Tidak hanya pengendara motor, pengendara becak motor, angkot bahkan mobil pribadi pun jika berkesempatan maka akan melintas begitu saja. Terbayang kan bagaimana dampaknya bagi pengguna yang saat itu berada di posisi lampu hijau? Harus tetap ekstra hati-hati meskipun saat itu kita memiliki hak untuk berjalan. 

Selain lalu lintas yang tidak tertib di perempatan lampu merah, terdapat ketidaktertiban lain ketika kita berada disekitar pasar (pajak). Banyak pengendara yang berhenti sembarangan tanpa memikirkan apakah kendaraan dia mengganggu lalu lintas atau tidak. Tidak hanya pengendara motor atau kereta saja. Bahkan mobil pun bisa saja dengan seenaknya berhenti meskipun agak menepi dengan alasan 'sebentar aja kok... cuma mau beli garam seribu'. Padahal ketika lalu lintas terhenti sepersekian detik saja, maka berderet dibelakangnya kendaraan yang siap membunyikan klakson bergantian. 

Tidak hanya itu, pengendara motor atau kereta bisa saja mengambil arah berlawanan dengan alasan penghematan waktu. Padahal separuh jalan sudah digunakan untuk para penjual sayur dan parkir motor. Lebih parahnya lagi, terkadang becak motor pun melakukan hal yang sama. Terbayang kan bagaimana macetnya. Apalagi jika hari pasar (pajak) itu tiba. Kemacetan semakin merajalela di lokasi sekitar pasar (pajak). Ditambah lagi apabila ada angkot yang menurunkan penumpangnya tepat di pajak, bahkan penumpang dan sopir nya pun masih saja bertengkar karena ongkos yang tidak sesuai. Pertikaian yang tak kunjung berhenti telah memakan sepersekian detik lagi dan tentunya menambah panjang kemacetan.

Satu hal lagi yang kadang membuat suasana semakin panas, ketika ada 'polisi cepek' berdiri di simpang jalan. Ya... niatannya sih membantu pengendara untuk bisa melintas dan menyeberang jalan dengan imbalan uang seribu. Namun hasilnya, justru menambah daftar panjang kemacetan karena niatan dia dalam mengatur lalu lintas yang berujung pada kepentingan ekonomi. Dia abaikan daftar panjang kemacetan di satu jalur demi memilih jalur lain yang siap memberi dia uang seribu. 

Mendisiplinkan diri berlalu lintas memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Sama seperti halnya membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya. Semua itu harus dilatih sejak usia dini. Bahkan orang berpendidikan tinggi pun belum tentu memiliki mental seperti itu. Kesadaran untuk selalu mementingkan kepentingan umum memang harus dibiasakan sejak kecil. Apa yang akan terjadi jika kita mementingkan kepentingan pribadi saat berlalu lintas sangat berdampak pada kepentingan umum. Melatih diri untuk selalu berfikir panjang sebelum melakukan sesuatu juga hal yang harus dimulai dari sekarang. 

(Dok. Searching Google)


Minggu, 18 Februari 2018

Pahit Getirnya Berkereta Ekonomi

Pertama kali aku menggunakan moda transportasi kereta saat aku diterima kuliah S1 di Jurusan Arkeologi, Universitas Indonesia. Saat itu, aku dengan diantar kakak iparku pergi ke Jakarta dengan menggunakan kereta Bisnis-Ekskutif Bangun Karta yang berakhir di Stasiun Senen. Kenyamanan gerbong kereta aku rasakan pertama kali saat meninggalkan kota kecilku Nganjuk untuk menuju ke Jakarta. Bahkan kami sempat merasakan pelayanan makan malam dan minum gratis serta selimut hangat kala jam tidur tiba. 

Setelah jadwal kuliah mulai berjalan, aku mulai membiasakan diri untuk bisa hidup sendiri di Jakarta tanpa keluarga. Selang 2 bulan setelah kedatanganku di Jakarta, tetiba muncul keinginan untuk pulang kampung sendiri. Aku tak enak jika harus mengajak teman untuk ikut serta pulang kampung karena memang libur semester belum tiba, bahkan jadwal Ujian Tengah Semester sudah diambang pintu. Hari itu hari kamis, jadwal kuliah selesai pukul 10.00 pagi. Dari kampus aku langsung berangkat ke Stasiun Senen dan berharap hari itu juga bisa pulang ke Nganjuk. Aku yang saat itu masih belum hafal dengan jadwal-jadwal keberangkatan kereta menuju Surabaya via Nganjuk, dengan PD nya pergi ke stasiun. 

Sesampai di stasiun, sudah pukul 12.00. Ternyata kereta ekonomi Gaya Baru Malam Selatan hampir berangkat dan otomatis tiket sudah habis terjual. Saat itu memang sasaranku ingin membeli tiket kereta ekonomi karena harganya yang sangat murah bila dibandingkan dengan kereta Bisnis dan Ekskutif. Beruntung saat itu aku bertemu seseorang dan menyarankanku untuk membeli kereta  ekonomi Kertajaya, namun harus berhenti di Bojonegoro. Dan tanpa pikir panjang aku langsung membeli tiket. Saat itu harganya cuma Rp. 45.000. Dan lebih sialnya lagi, aku sudah tidak mendapatkan tempat duduk. Entahlah, saat itu aku cuma berfikir, coba dulu. Kamu pasti bisa. Dan ternyata di dalam kereta, aku betul-betul berdiri, bersama para penumpang lain yang juga tidak mendapatkan tempat duduk. 

Ada satu pemuda yang sepertinya kasihan kepadaku. Dia menawariku tempat duduknya dan dia memilih berdiri menggantikan posisiku. Dengan ucapan terima kasih akhirnya aku bisa mendapatkan tempat duduk. Bisik seorang ibu disampingku, "baik sekali mas mas itu dek... mau ngasihkan kursinya buat kamu". Aku yang masih saja bingung harus bersikap bagaimana, akhirnya aku mengajak ngobrol pemuda itu dan sepertinya dia sangat antusias. Semalaman dia hanya berdiri terpaku, aku lupa dia turun dimana bahkan tak sempat aku mengucapkan beribu terima kasih kepadanya. 

Hampir sampai di Bojonegoro, seorang bapak menanyaiku akan turun dimanakah aku. Aku jelaskan tujuan awalku yang ingin ke Nganjuk. Bapak itu langsung menasehatiku agar aku turun di Babat, lalu mencari bus tujuan Jombang Malang. Akhirnya aku ikuti nasehat bapak tersebut, dan sesampai di Jombang aku langsung pindah bus tujuan Nganjuk.

(Dok. Searching Google)

Pengalaman pertamaku naik kereta ekonomi ternyata tidak membuatku kapok untuk selalu mengulanginya. Setelah itu, setiap kali aku pulang kampung, kereta ekonomilah yang selalu menjadi sasaranku. Aku yang akhirnya sudah hafal dengan jadwal-jadwal kereta ekonomi jurusan Nganjuk selalu menggunakan Gaya Baru Malam Selatan dengan harga Rp. 36.000 (tujuan akhir Surabaya) atau kalau tidak, kereta Brantas yang berakhir di Kediri dengan harga Rp. 42.000. Sering aku ajak beberapa teman yang kampung halamannya Nganjuk atau Kediri, namun mereka sangat enggan dan lebih memilih untuk jarang pulang kampung. 

Bahkan jika aku harus kehabisan tempat duduk, aku malas untuk kembali lagi ke Depok. Aku tetap memilih untuk terus pulang kampung walau harus duduk di lorong. Bahkan pernah suatu ketika aku duduk tepat didepan pintu kamar mandi bersama beberapa orang yang sama sekali tidak aku kenal. Dari situlah aku baru tahu, ternyata para pedagang pecel yang selama ini aku beli, mengambil air dari kran kamar mandi untuk menyeduh sambal pecel. Semenjak dari situ, tak pernah lagi aku membeli pecel di kereta.

Perjalanan yang aku tempuh selama 14 jam sering membuatku untuk terus berjaga semalaman. Aku sengaja untuk tidak membawa barang bawaan banyak, hanya ransel kecil berisi dompet dan hp agar aku lebih nyaman dan tidak was was. Seperti sudah menjadi rahasia umum, tingkat kriminal di kereta ekonomi sebelum adanya perbaikan managemen seperti saat ini, sangat tinggi. Masing-masing penumpang harus bisa menjaga diri dan bawaannya serta jangan mudah percaya pada orang. Bahkan ketika ibuku menawariku untuk membawa beras, dan tetek bengeknya dari rumah, aku selalu menolak. Aku lebih milih mentahnya saja agar lebih praktis.

Pernah suatu ketika, ada kegiatan PIAMI (Pertemuan Ilmiah Arkeologi Mahasiswa Indonesia) IX di Denpasar Bali. Kebetulan kami bertujuh ditunjuk untuk mewakili jurusan dan KAMA mengikuti kegiatan tersebut. Aku yang saat itu ditunjuk sebagai ketua kegiatan, mulai menyusun rencana kegiatan termasuk teknis kami menuju kesana. Kami yang mendapatkan dana bantuan dari fakultas mencoba mengelola anggaran yang tidak seberapa itu untuk bisa digunakan dengan sebaik-baiknya. Saat itu aku menyarankan untuk menggunakan kereta ekonomi dari Jakarta-Surabaya. Pro dan kontra terjadi diantara kami. Namun aku bersikukuh untuk tetap naik kereta ekonomi mengingat dari kami  semua tidak akan sanggup jika harus menggunakan pesawat. Dan apalagi kami semua anak Arkeologi, dan sebagian besar laki-laki. Tak masalah menurutku jika kami melakukan sebuah perjalanan yang kurang begitu nyaman. 

Awalnya mereka mengeluh kesakitan. Ada yang lelah, pinggang terasa pegal dan keluhan-keluhan lainnya. Padahal perjalanan baru sampai Cirebon. Namun lama kelamaan aku perhatikan mereka mulai menemukan kenyamanannya. Kami semua mulai bisa bercanda lepas bahkan terbahak-bahak. Kami semua menertawakan semua hal yang ada disekitar kami. Penjual aqua "dingin... dua ribu..." menjadi bahan lelucon kami, bahkan itu masih saja muncul bertahun-tahun kemudian. Pengamen banci yang selalu singgah di hadapan kami membuat riang dan gembira. Aku mulai mengantuk. Aku beli koran bekas, dan aku masuk ke lorong bawah kursi. Aku ambil tempat disitu untuk menikmati malamku sampai pagi sambil terus mendengarkan celotehan teman-teman.

Menjelang mudik lebaran, biasanya aku tak pernah menggunakan kereta ekonomi untuk pulang kampung. Bagiku itu sangat beresiko. Namun suatu ketika, aku dan 2 seniorku mengajakku naik kereta bisnis untuk mudik lebaran. Tak dinyana, ternyata kami ketinggalan kereta. Beruntung tiket kereta tidak hangus. Namun kami dengan terpaksa harus menggunakan kereta ekonomi jika ingin tetap mudik lebaran. Tak terbayang bagaimana kami bisa duduk nyaman di dalam kereta. Masuk saja belum tentu bisa. Di stasiun Jatinegara, sudah 3 kereta ekonomi melintas dengan tujuan akhir Surabaya dan Malang. Namun masih saja kami tak bisa masuk. Begitu penuh penumpang bahkan sampai di depan pintu. 

"Mbak Uswah... Mbak Titis... kita harus ke Senen mbak... kalau disini terus kita nggak akan bisa masuk. Aku mau besok bisa takbiran di Nganjuk...". akhirnya kedua temanku mau mengikuti ajakanku. Kita bertiga akhirnya langsung pergi ke Stasiun Senen dengan menggunakan Bajai. Sampai disana hari sudah mulai Magrib. Kami bersyukur, kami masih bisa puasa Ramadhan walau dengan kondisi seperti itu. Akhirnya kita beli es teh untuk persiapan buka puasa. Dan ketika adzan Magrib berkumandang, dari kejauhan datanglah kereta tambahan Lebaran. 

"Mbak... kita tetap harus bergandengan ya.... jangan sampai lepas.... pokoknya kita bertiga harus bisa masuk kereta". Aku yang sudah terbiasa dengan kereta ekonomi, memilih barisan paling depan untuk mencarikan jalan masuk. Sambil memegang plastik es teh, kereta datang dan mulai berjalan perlahan. Kami bersiap-siap menyongsong pintu masuk kereta. Jangan sampai posisi kita jauh dari pintu masuknya. Akan lebih sulit jika itu terjadi. Dan, beruntung. Kereta berhenti tepat di depan kami. Dan kami bisa langsung siap-siap berebut pintu dengan yang lainnya. Kami terus berpegangan tangan sambil sesekali meneguk es teh karena waktu buka puasa telah tiba. 

Kami bersyukur, akhirnya kami sudah berada di dalam kereta walau dengan kondisi berdiri sepanjang malam. Inilah rasanya mudik yang begitu diidamkan oleh sebagian besar warga Jakarta walau harus berkorban jiwa dan raga. Pengalaman-pengalaman pahit berkereta ekonomi kini mungkin sudah tidak ada lagi. Dan aku bersyukur warga Jakarta tidak lagi mengalaminya.

Kenangan Muncak di Sekartaji dan Puncak Limas (Gunung Wilis)

Muncak, atau naik gunung. Pertama kali aku lakukan saat kelas 1 SMA dan yang menjadi lokasi pertamaku saat itu adalah Puncak Limas, Gunung Wilis. 2 kali aku pergi kesana bersama rombongan Saka dalam kegiatan latihan gabungan Saka (Pramuka) yang diprakarsai oleh Saka Bhayangkara. Satu hal yang menarik buatku, ternyata 2 kegiatan tersebut sempat aku dokumentasikan dalam bentuk narasi di diariku. Aku bersyukur karena hal itu sangat membantuku untuk mengingat hal-hal indah  yang terjadi pada waktu itu.

Tak ada kalimat yang aku ubah dari diariku itu.

(Dok. Searching Google)

24 Juni 2000

Pada hari Sabtu lalu, yaitu tanggal 10-11 Juni 2000 aku pergi ke Puncak Limas, Gunung Wilis bersama dengan teman-temanku di Saka dan itu merupakan kegiatan gabungan antar Saka yaitu Bhayangkara, Bakti Husada, Wana Bakti dan Kencana. Disana sangat indah dan juga menyenangkan. Jalannya sangat licin dan menanjak sehingga memerlukan tenaga yang banyak untuk sampai ke puncak. Tapi sebelum sampai ke puncak, kami bermalam dulu di Sekartaji yang udaranya sangat dingin sekali. Semalaman saya tidak dapat tidur dan terus berapi-api sampai pagi. 

Paginya, kami semua meneruskan perjalanan sampai ke Puncak. Saya melihat alam begitu luas dan sangat indah sekali bagaikan berada di atas awan. Gunung Arjuna terlihat kecil mungil seperti perahu yang berada di hamparan laut yang berwarna putih lembut (awan). Pulang dari sana aku bawa sesuatu yang sulit dihilangkan, yaitu bunga abadi (edelweis). 

Sesampai di rumah, aku sudah sangat capek sekali dan langsung tidur. Paginya, aku nggak bisa jalan dengan baik sehingga harus naik becak untuk pulang pergi ke sekolah. Kenangan ini nggak akan aku lupakan karena pertama kali inilah aku sudah dapat pergi ke Puncak Limas yang tingginya 2.385 meter meskipun aku harus menggagalkan menjadi Panitia MOS. 

Bagiku ini lebih berarti.
********

Jumat, 8 Juni 2001

Hari Sabtu lalu, tepatnya pada tanggal 2 Juni 2001 aku pergi ke Puncak Limas lagi dalam acara temu Saka "Limit II". Yang mengikuti kegiatan tersebut adalah Saka Bhayangkara sebagai tuan rumah, Saka Taruna Bumi, Saka Kencana, dan Saka Bakti Husada. Pesertanya sangat banyak sekali. Ada seorang senior Saka Taruna Bumi yang ingin berkenalan denganku, namanya Romadhon. Tapi ya.... aku tidak mempedulikannya sama sekali.

Sampai di Roro Kuning semua peserta memulai pembukaan. Ternyata disana aku bertemu dengan mas Henpri, temannya Pipit. Pipit sendiri juga ikut karena memang dia ingin sekali ikut. Dia memakai kaos BP. Aku diperkenalkan dengan temannya yang bernama Daryono dan Agus. Kami berlima akhirnya berangkat terlebih dahulu dengan seizin dari pihak Bhayangkara. 

Di jalan kami bertemu dengan mas Khoiril Anam dan mas Slamet. Mereka adalah senior kelas 3 di Saka Bhayangkara, dan ternyata mas Khoiril adalah saudara sepupu ku (satu buyut) yang tinggal di Pace. Akhirnya, kami bertujuh berjalan terus hingga hari mulai senja. Aku merasakan hal yang aneh. Soalnya medannya tidak sama dengan yang dulu. Mas Henpri pun merasakan demikian. Karena memang hanya aku dan mas Henpri lah yang pernah ke Sekartaji. Karena medannya semakin menanjak, kami memutuskan untuk berhenti. Sambil minum, mas Henpri mencoba untuk kembali. Setelah kami menunggu lama, akhirnya kami mengikuti jejak mas Henpri.

Kami semua turun dan kembali ke lokasi saat kami bertemu dengan mas Khoiril dan mas Slamet tadi. Kami beristirahat, sholat dan makan, sambil membuat api-api kecil. Saat kami akan berangkat, kami melihat 3 orang sedang naik sehingga kami yakin bahwa itulah rute yang benar. Setelah itu, kami menemui 3 orang pemuda tadi dan ternyata adalah pelajar SMU kelas 2 dari Kediri. Di perjalanan kami bertemu dengan senior-senior Saka yang harus kembali turun karena ada yunior Saka Bhayangkara yang bernama Tutut, sakit. Dia kesurupan di Roro Kuning.

Setelah melalui beberapa tanjakan yang cukup melelahkan sekali, akhirnya kami sampai juga di Sekartaji. Sampai disana aku langsung gabung dengan teman-teman Saka Bakti Husada. Aku langsung mencari tempat tidur dengan Vera karena sangat lelah sekali dan karena kaki ku habis kram. 

Pukul 24.00 kami semua bangun untuk melakukan api unggun. Aku ditunjuk teman-teman untuk melakukan orasi. Sehabis itu, kami semua tidur lagi. Aku dan Vera tidur beralaskan rerumputan dengan bantal sebuah batu dan berselimutkan langit hitam. Aku bangun kira-kira pukul 04.00 dan mas Slamet mencariku karena pipit sesak nafas. Setelah kami bantu, akhirnya pipit baikan dan kami semua bercanda sampai pagi.

Setelah itu, semua melanjutkan perjalanan menuju Puncak Limas. Di persimpangan jalan, kami bertemu dengan siswa-siswa kelas 3 SMADA diantaranya mas Ali, mas Yusna, Mba Endang, Mbak Leli, dan masih banyak yang lainnya. Sesampai di puncak kami semua menundukkan kepala, mengucap syukur dan memuji kekuasaan Tuhan. Setelah semua mencari bunga edelweis kami semua turun.
**********

Catatan: 
Jika saat itu aku tahu bahwa Edelweis adalah tanaman yang wajib dilindungi dan dilestarikan, maka tak akan sepucuk pun kupetik dari tangkainya. Dan pastinya teman-teman Saka dan adik-adik, turut aku larang untuk memetiknya. Andaikan saja....

Sabtu, 17 Februari 2018

Mereka Pahlawanku

PROLOG

Af… kamu tu memang nyebelin banget ya jadi orang. Gak bisa lihat orang tenang dikit. Gak lihat apa orang lagi nyante-nyante gini, trus disodorin project. Siang-siang lagi asyik ngemall, lihat mainan lucu-lucu, pegang-pegang gamis sambil ngences, trus waktunya menikmati makan siang dengan restoran ala-ala Jepang gitu lagi. Hahaha….ya iyalah nggak lihat, secara dia disana dan aku disini.

Okaerinasai… !!!!!! mendapat sambutan yang hangat dari para pelayan restoran Jepang tu buatku rasanya terkaget-kaget sambil mau ketawa sendiri ya. Satu adegan yang menurutku agak gimana…. gitu buat aku, ketika masuk di suatu toko atau tempat perbelanjaan atau tempat makan disambut beramai-ramai oleh para pelayan. Mungkin niat hati sang manager baik kali ya, mencoba untuk beramah tamah pada pelanggan. Namun menurutku justru sebaliknya. Hal ini malah menggangguku. Tapi oke lah. Karena bukan itu maksud aku menulis ini. Menu yang disajikan restoran ala Jepang itu pun sangat menggugah selera, nasi chicken Katsu dengan siraman kuah bercampur telur dan bawang Bombay, yang entah apa nama Jepangnya. Aku susah memang mengingat nama-nama yang asing di telinga. Secangkir teh manis hangat untuk sedikit membuat lambung menjadi bersahabat, dan sebagai dessert nya kupilih kue moci yang berisi coklat, yang diluarnya ditabur bubuk coklat.

Dan…ketika kue moci itu mendarat di mulut dengan lumer coklatnya yang menggugah selera, tiba-tiba chat dari Af muncul. “Mba, link e-booknya minta tolong di share ya..” bagai disambar petir di siang bolong aku membaca pesan tersebut. Aku merasa seperti ada tamparan kuat yang mengatakan bahwa… Churma kerjaan kamu belum kelar…. dan kamu harus bisa menyelesaikannya. Sempet terdiam sejenak. Well… seketika beberapa adegan muncul dalam pikiran aku. Serasa aku ditarik oleh Af ke perempatan jalan, dan dia mengatakan “duduk mba disitu… pandanglah ke depan.... lihat itu ramainya jalanan….”.
Yappp… padahal project ku di weekend ini adalah merampungkan novel yang barusan kubeli. ‘Sirkus Pohon’ nya Andrea Hirata sudah melirik-lirik minta dibaca. Belum lagi ‘Antara Monkey King & Hanoman’ nya Ira Rahmawati yang kudapat dengan diskon besar-besaran. Tapi entah mengapa serasa aku lebih terpanggil untuk bisa merampungkan project kuis aku yang sudah selesai kujalankan kemarin.

“Mas Andri…. kalau buat design sampul buku biasanya bisa cepet nggak?” Tanya ku iseng pada suamiku. Aku akhirnya menceritakan semua terkait idenya Af pada suami aku. “Tergantung… kalau kamu ya… ”, sambil terus menikmati Mie Ramen nya yang belum kelar juga dilahapnya. “Ya udah… maksudku minta tolong mas aja yang buatin design sampulnya, biar cepet ya? Nggak yang aneh-aneh kok… yang biasa-biasa aja… ”, Desakku sebelum dia berubah pikiran. “Heh… mana artikelmu?” tiba-tiba mas Andri nyeletuk gitu aja. “Ini udah bulan November lho… udah deadline tu Jurnal Sangkhakala nya (mmmm… sang ketua redaksi kambuh tensi kayanya), Trus BPA mu (Berita Penelitian Arkeologi) udah kelar belum? Udah ditunggui Stanov tu…”. Oke… ya… ya… thanks udah diingatkan dengan setumpuk deadline-deadline itu.

Aku merasa sedang mendapatkan muse untuk menulis ini. Dan buat aku sayang banget untuk dilewatkan. Apalagi mood nya juga lagi bagus banget. Lagi ada teman juga yang nyemangatin. Bisa dapetin muse dan mood yang berbarengan itu jarang banget bisa didapatkan. Apalagi aku yang memang bukan pakarnya dalam hal tulis menulis. Jadi teringat ‘sang peran dibalik layar’ yang pernah menjelaskan pentingnya muse dan mood dalam menulis. Dia mengatakan bahwa ketika ada muse kalau belum ada mood, ya nggak jadi tulisan. Sebaliknya, ada mood tapi gak ada muse ya kacau tulisannya.

Di perjalanan pulang dari Mall, aku melihat sebuah sekolah dipinggir jalan dengan keadaan yang sangat menyedihkan. Usang, berdebu, dan hampir tidak terlihat lagi papan nama yang menunjukkan identitas sekolah tersebut. Namun yang paling membuatku terkagum adalah, sang tiang Bendera yang masih saja mengibarkan Merah Putih nya dengan gagah berani. Dialah Sang Pahlawan. Pikirku. Engkau akan selalu kukenang. Dan aku bertekat merampungkan tulisanku ini.
 ******

 ‘Bangsa yang Hebat adalah
Bangsa yang selalu mengenang Jasa Pahlawannya’

Slogan itu sering banget aku dengar dan aku baca dimana-mana, baik di media massa, media elektronik maupun media sosial. Ketika aku mendengar dan membacanya, biasanya rasa Nasionalisme ku seketika bangkit. Pikiran ku langsung melayang dan flashback akan peristiwa-peristiwa di masa lalu terkait perjuangan para pahlawan untuk menjadikan Indonesia Merdeka dan mempertahankannya. Setiap tahun Bangsa Indonesia memperingatinya tepat di tanggal 10 November dan biasa menyebutnya dengan sebutan Hari Pahlawan.

Dan entah mengapa tercetus begitu saja ide membuat kuis untuk group whatsApp ku yang bernama ‘SSEC All Star’. SSEC All Star merupakan salah satu group yang anggotanya terdiri dari para alumni Pramuka SMUN 2 Nganjuk dan sebagian besar anggota group tersebut tidak aku kenal. Kami semua bersua hanya lewat dunia maya ini. Mungkin karena intensitas chat yang cukup tinggi, hampir setiap saat, membuat seolah-olah kami semua sudah saling mengenal satu sama lain. Bertepatan juga keesokan harinya adalah Hari Pahlawan, ide untuk membuat kuis bertemakan Hari Pahlawan mengalir begitu saja dalam pikiranku.

Akhirnya aku membuat draft tulisan yang sekedarnya untuk menginfokan adanya kuis tersebut.
                   Menyambut hari pahlawan besok….tuliskan siapa ‘Pahlawan Hidup Kamu….’
              dan apa alasannya……
              Caranya…. ketik nama#angkatan#nama pahlawan#alasan#
              Hadiah pertama pulsa 50rb
              Hadiah kedua pulsa 25rb
              Hadiah ketiga pulsa 10rb

              Aku tunggu ya sampe nanti malam pukul 24.00

Seperti itulah aku menginfokan kuis Hari Pahlawan di hari sebelumnya yaitu tanggal 9 november 2017. Seperti biasa, kalau responnya biasa-biasa saja bukan ‘SSEC All Star’ namanya. Begitu banyak chat-chat masuk di group tersebut baik itu yang serius menanggapi maupun hanya sekedar membully atau komen lucu. Beberapa pertanyaan terkait kuis banyak terlontarkan. Ketika aku memposting info tersebut pada pukul 11.40, sampai sore hari ternyata banyak anggota group yang antusias ingin mengikuti kuis tersebut.

Di sela-sela itu, aku terpikir juga untuk mengadakan kuis yang sama dan kemudian aku buat di group khusus SSEC 18 dan group Bani Harun. Tak jauh berbeda dengan SSEC All Star, SSEC 18 juga terdiri dari teman-teman Pramuka di SMUN 2 Nganjuk, namun yang membedakannya, group ini beranggotakan teman-teman satu angkatan denganku, teman seperjuangan, sependeritaan dan sebahagiaan. Sedangkan group Bani Harun terdiri dari keluarga besar dari ibuku. Secara teknis batas waktu pengiriman sama, yaitu pukul 24.00. Namun kenyataan bisa saja meleset.

Awalnya hadiah kuis berupa pulsa, yaitu juara 1 pulsa 50rb, juara 2 pulsa 25rb dan juara 3 pulsa 10rb. Namun….

Melihat antusias peserta yang begitu besar dalam partisipasinya mengikuti kuis….maka sekiranya perlu diberikan apresiasi.

Sedikit perubahan hadiah
juara 1 mendapatkan pulsa 50rb
juara 2 mendapatkan pulsa 30rb
juara 3 mendapatkan pulsa 20rb
Dan bagi peserta yang belum berkesempatan mendapatkan juara akan mendapatkan pulsa 10rb.

Sejujurnya aku merasa hadiah tersebut tidak sebanding dengan apa yang sudah peserta lakukan untuk mencurahkan segala isi hati dan pemikirannya. Buat aku terlalu murah aku menghargai mereka. Namun apalah dikata. Aku sanggupnya hanya segitu, dan aku berharap mereka semua ikhlas menerimanya.

Terkait kriteria penilaian, tentunya tidak terlepas dari tema yang aku usung, yaitu Pahlawan. Dan tentunya aku harus menilik kembali apa itu definisi Pahlawan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (kbbi.web.id) mengatakan bahwa Pahlawan merupakan orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, pejuang yang gagah berani. Sepakat dengan itu, ‘sang peran dibalik layar’ juga mengatakan,

Rubrik penilaian bisa dilihat dari sifat kepahlawanannya, yaitu orang yang dijadikan pahlawan itu yang berani berkorban karena kebenaran….. misal kalau seorang ayah atau ibu berkorban untuk anaknya karena kebenaran bahwa dalam kondisi apapun anak harus sekolah. Atau teman atau saudara yang berani berkorban untuk orang lain karena prinsip kebenaran.

Akhirnya sampai pukul 24.00, kuis yang aku adakan di group ‘SSEC All Star’ sudah terkumpul 13 peserta. Berikut beberapa peserta yang berhasil aku kumpulkan baik itu dikirim melalui group maupun japri (jalur pribadi).
(Catatan: beberapa kata aku perbaiki tanpa merubah arti/maksud si penulis dalam menyampaikan kisahnya, terutama terkait ejaan. Hal ini aku lakukan hanya untuk memudahkan dalam pembacaan)

1. Sugeng # Angkatan 21 # Ibu # karena beliau telah mengandung, melahirkan, dan merawat ku sejak dalam kandungan hingga aku menjadi besar, orang rela susah demi anaknya, yang selalu mendoakan anaknya mencapai kesuksesan tanpa mengharap balas jasa, kasihnya sepanjang masa dan tak tergantikan, ada surga di rumahmu, yaitu IBU.

2. A. witantra # Angkatan 21 # Ayah-Ibu # tiada yang lebih berjasa dalam hidup seorang A. witantra selain ayah-ibunya, seandainya diizinkan seorang manusia bersujud kepada manusia lainnya…..maka saat itu juga ku bersujud kepadamu ayah-ibu.

3. Nurima # Angkatan 21 # Kinar-anakku #menantinya untuk hadir dalam kehidupanku butuh waktu…. Menyambutnya pun penuh perjuangan hingga 18 jam merasakan sakit yang luar biasa, dari anakku saya bisa belajar apa itu sabar, membagi waktu, belajar…. dan dari anakku juga akhirnya saya mengerti apa yang namanya cinta tak mengharap balasan, karena cinta seorang ibu akan selalu terbit dari sudut manapun…… Terima kasih anakku.

4. Intan Pratita # Angkatan 28 # Nuh Fadlila Handareka Putra # Kedua orang tua beserta keluarga besarku adalah pahlawan sejati dalam hidupku. Mereka satu kesatuan tak terpisahkan yang siap membelaku digarda terdepan acap kali masalah menimpaku. Undebatable. Mereka jamak, jadi tidak kupilih untuk kali ini. Pun Rasulullah juga orang pertama yg senantiasa disebut sepanjang nafas beribadah. Absolutely. Tapi kalo ini izinkan saya memilih seorang  untuk menjadi pahlawan dalam hidup saya. Entah karena ini kesempatan terakhir atau karena saya baru punya kesempatan untuk menyatakannya. Setiap orang berhak untuk menjadi pahlawan. Pun seorang kakak bagi adiknya, seorang kawan untuk sahabatnya, atau seseorang yang bukan siapa-siapa untuk orang yang dikasihinya.
Seseorang yang berharga barang tentu selalu diingat. Begitu halnya Nuh bagiku. Kesadaran itu seringkali datang saat keadaan sudah berbeda. Ternyata selama ini Nuh adalah orang yang paling kuandalkan. Orang yang namanya kusebut kali pertama saat aku senang, dan orang pertama yang kucari tiap kali aku menghadapi kesulitan. Dia bagaikan aktor serba bisa dalam ceritaku selama ini. Dan tidak hanya padaku namun juga keluarga dan teman-temanku. Dia orang yang bisa kuandalkan. Hal itu datang bukan tanpa alasan.
Dia seseorang yang berwawasan luas. Mengenalkanku pada banyak hal dan mengantarku melihat sekitar dari sudut pandang yang lain. Dari cerita nabi-nabi, majapahit, sampai wolverine sekalipun ia mampu mengantarku untuk memetik pelajaran dari mereka.
Dia orang yang mengenalkan padaku bahwa hidup tak hanya dibalik bangku. Ia yang mengajakku melihat lebih dekat merupakan pembelajaran kehidupan terbaik, dengan nongkrong di terminal, di stasiun, atau sekadar menyeberang selat untuk melihat kehidupan orang-orang di pulau seberang. Dia orang tanpa banyak kata. Afeksi terbaik adalah perilakunya.
Sering kali saat aku memerlukan sesuatu dia adalah orang yang rela memberikan apa yang dia miliki, bahkan jika ia sedang memerlukannya. Suatu hari laptop saya mengalami kerusakan dalam waktu yang cukup lama. Ia bersedia meminjamkan laptopnya untukku dengan alasan ia ada dua laptop. Aku lupa bahwa ia tengah tugas akhir. Dan selama waktu itu dia menyimpan kesusahannya sendiri untuk dapat menyelesaikan kewajibannya tanpa mengeluh padaku, demi aku bisa menyelesaikan laporan yang kukerjakan dalam waktu yang cukup lama juga.... sekarang aku tengah menghadapi tugas akhir. Baru kusadari betapa ia menanggung kepayahan saat itu gara-gara aku.
Dia orang yang memiliki banyak keterampilan. Termasuk desain pakaian. Dan dia adalah orang yang bersedia membantu ibuku dan aku untuk itu. Ditengah tugasnya sendiri yang menumpuk bahkan ia bersedia mencarikan konveksi untuk ibuku. Ketulusan seseorang dapat dirasakan, bukan didengarkan oleh telinga. Dan itulah yang aku dan ibuku rasakan atas bantuan darinya. Dia orang yang rela memasang badan untukku.
Suatu hari kami pernah pergi keluar bersama, hingga di rumah kami ditegur oleh kedua orang tua ku, kami ditegur atas kesalahanku. Ditengah rasa takut dan bersalahku ia bersedia menjelaskan kepada orang tua ku meskipun akhirnya ia juga ditegur habis-habisan. Kukira semua akan berhenti saat itu, nyatanya tidak. Ia orang yang senantiasa memperbaiki diri, tetap bersedia menjalin silaturahim dengan keluargaku. Dan sampai kemarin dia orang yg mengingatkanku untuk tidak melakukan kesalahan yg sama.
Dia orang yang menuntunku untuk senantiasa belajar dari kesalahan dan memperbaiki diri. Tidak menyimpan dendam dan tetap berterus terang. Selebihnya... masih banyak cerita-cerita lain tentang kesusahan yang kuhadapi dan bantuan darinya. Setidaknya itulah beberapa alasan kenapa ia pantas kusebut sebagai pahlawan dalam hidupku.
Terimakasih Mas Nuh. Jangan marah lagi. Tuhan memberkatimu.
5. Asrofi Huda # Angkatan 19 # masku # gegara masku aku sekolah smada, gegara masku aku melu pramuka, gegara masku aku kenal mas dedi, mas andi, mas sahril, mas yusna, mas yuniar, mba atul, mba mimin, mba dian, mba pritut dan banyak hal dari masku dan beliau-beliaunya ndadekno aku sing saiki, tahu sendiri kan kak kualitas beliau-beliaunya bagaimana, kadang sering aku merasa lebih nyaman duduk ngobrol dengan beliaunya dibanding dengan angkatanku sendiri, ngobrolnya nggak pake mikir, semisal dalam film naruto saya mengumpamakan hubungan kami seperti uchiha itachi dengan uchiha sasuke, masku sayang banget nang adike.

6. Ika Mawar # Angkatan 23 # Muhammad SAW # engkaulah pahlawan kami, junjungan kami, nabi kami, Rosul kami, yang telah membawa risalah Islam yg mulia... membawa dari jaman jahiliyah menuju jaman terang benderang... Ya Rosul engkaulah sebenar-benarnya pahlawan untuk kaum Muslim di muka bumi ini, syafa’atmu akan kami rindukan di hari akhir nanti... sholawat serta salam selalu kami lantunkan karena kami merindukanmu ya Rosul... Allohumma sholi 'ala Muhammad.
7. Rina # Angkatan 23 # suamiku # dia yg bertanggungjawab atas kebutuhan lahir maupun batin istri dan anaknya, hal tersebutlah yang mengharuskannya untuk terus bertahan dan tak mengeluh... Dia yang berusaha membahagiakan keluarga kecilnya, sekaligus ibu kandungnya... Love (Dan untukmu para istri, saksikanlah bahwa mereka itu adalah suamimu, pahlawan keluargamu) nuhun.
8. Mariatul # Angkatan 17 # Ayahku # karena ayahku adalah inspirasi semangat hidupku. Usia 6 tahun beliau sudah yatim piatu, sekolah pun harus biaya sendiri mencari kayu dihutan dan qodarullah tidak lulus SMP karena musibah, namun beliau terus berjuang untuk masa depannya. Ayah adalah pekerja keras, bangkit dari kemiskinan dan menjadi pedagang yang ulet, alhamdulillah bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai lulus S1. Ayah yang mengenalkan dan mengajariku berbisnis sejak kecil, ayah yang memfasilitasi aku dengan segala kemudahan, mengenalkan aku dengan banyak tempat menyenangkan di Indonesia. Ayah yang mengajari aku agama, kejujuran dan ketegasan dalam hidup. Beliau pahlawanku...
9. Shelvi # Angkatan 24 # Suami # karena ketika seluruh dunia seakan tidak lagi ramah padaku, dia yang selalu ada dalam suka dan dukaku, bahunya yang selalu ada untuk tangis dan tawaku, tangannya yang tak pernah lelah menghapus air mataku. Terimakasih suamiku untuk smuanya.
10. Mahdina # Angkatan 22 # Ibu # dunia terasa hampa tanpa hadirmu, semua bisa jadi berwarna karena senyum mu, hangat karena sambutmu, karenamu aku belajar banyak hal dalam hidup, ibuku selalu jadi penenang hatiku, yang tak pernah menuntutku, selalu memberi harapan untuk terus melangkah, yang selalu bisa menerima segala kekurangan dan kekhilafan dalam setiap langkahku, karena ibu adalah alasan untuk aku terus berjuang mengarungi hidup, beliau selalu ada di tiap doa dan harapanku, bahunya selalu ada di tiap suka dukaku, selalu menjadi sahabat yang setia, mengarahkan jika aku salah tapi tak pernah menyalahkan. Ibu.. kaulah pahlawan hidupku.
11. Angga # Angkatan 27 # Jendral Soedirman # karena dengan semangat agama beliau cucurkan keringat dan darah dalam membela negaranya, dia tahu jihad ini bukan untuk diri pribadinya maka ia ajak anak bangsa yang lain untuk berjuang. Berdiri dia berjuang, terbaring sakit, ditandu, dia berjuang, dan syahid menjadi akhir hidupnya.
12. Novita # Angkatan 19 # pahlawan hidupku adalah suamiku # ya mungkin saat ini itu yang terfikir dalam benakku.... kita menikah 4.5 tahun yang lalu.. setahun menikah dimana mungkin kebanyakan pasangan yang lain sedang berbahagia namun tidak dengan hidup kita terjadi pendarahan hebat dimataku yang menyebabkan aku buta tidak bisa baca tulis, tidak bisa melihat orang, aku memintanya untuk menikah lagi karena waktu itu kita belum punya anak dan aku memutuskan untuk pulang ke orang tua dan berhenti bekerja. Namun dia menolak, dia malah menguatkan ku dan membantuku belajar huruf braile, dia bilang kalo aku masih bisa jadi peneliti dengan tetap menulis dalam huruf braile, dia membantuku untuk menghitung tangga, mengenali tempat dan suara orang-orang di sekitar. Mungkin kita gak akan pernah menyadari pentingnya itu semua saat kita dalam kondisi sehat...dan sekarang sesudah kita punya anak dia masih terus membantuku... aku tidak bisa memotong kuku jari anakku karena jarinya yang masih kecil dengan kondisi mata yang seperti ini, dia lah yang selalu memotong kukunya dari anakku bayi sampe sekarang 2 tahun lebih... suamiku adalah pahlawanku... Ivan Hermansyah.
13. Afandi # Angkatan 25 # Imam Nurjaman # ia yang mengajari kehidupan melalui makanan bahwa jangan gengsi, kalo ngga ngisi energi gimana kita bisa nolong sesama? naik gunung mengajari kebersahajaan, menahan ego diri dan nelihat sisi asli manusia, tower pala bahwa hidup harus diperjuangkan meski hidupmu hanya bergantung pada tangan dan seutas tali (ia pernah hampir jatuh dari atas tower kalo ngga pegangan carmentel kuat-kuat dan mengorbankan tangan kirinya untuk lecet, dijamin jatuh) siswa kurang berprestasi secara akademis namun bisa masuk PMDK, SM3T, dan sekarang masih PPG di bandung, dan dari ia pula saya belajar bahwa *takdir tunduk dibawah usaha gigih*
Ketiga belas narasi yang masuk, ketiga belasnya membuatku begitu bimbang dalam menentukan pilihan. Narasi yang dikirimkan peserta memiliki keunikannya sendiri-sendiri dengan ciri khas penulisnya. Dengan membaca narasinya saja, kita dibawa melihat gambaran siapa dirinya, bagaimana dia mengekspresikan dirinya. Namun begitu, aku harus tetap menentukan pilihan 3 besar menurut kacamataku. Meskipun dalam menentukan pilihan tersebut aku meminta pertimbangan dan masukan dari ‘sang peran dibalik layar’.

Dan beberapa cerita diatas yang dikirim, banyak yang menonjolkan sisi inspirasi….. ayah, ibu, dan teman yang menginspirasi bukan yang berani berkorban.

Namun aku kurang sependapat dengan statement itu. Buat aku seorang pahlawan apalagi dalam hal ini lebih bersifat pribadi seseorang atau bukan bersifat global, justru sosok pahlawan itu bukan hanya seorang pejuang yang gagah berani dan berani berkorban. Namun juga orang yang banyak memberikan inspirasi itu yang menjadikan dia pahlawan. Terlepas dari definisi apa itu pahlawan dan kaitannya dengan tema Pahlawan, ada hal lain juga yang menurut aku, ini sangatlah penting yaitu terkait kriteria penilaian. Kembali lagi ‘sang peran dibalik layar’ berpesan,

Penilaian bukan berdasarkan subyektivitas, walaupun kita tidak bisa menghindari subyektivitas. Tapi setidaknya penilaian ini untuk menghindari ketidak-obyektivitas-an. Sang penulis telah menunjukkan jiwanya dengan sebaik-baiknya sehingga yang menjadi pemenang tentunya telah kita sepakati bahwa kita bisa menyelami jiwa masing-masing pemenangnya. Artinya ketika kita membaca kisah-kisah yang jadi pemenang, kita tahu dan sadar mereka pemenangnya. karena kita dapat merasakan jiwanya dan tentunya menginsirasi kita.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, akhirnya aku memutuskan untuk memilih 3 besar yang menurut aku bagus, menarik dan yang bisa menyentuh jiwanya.

Juara 3 dimenangkan oleh Afandi dari angkatan 25

Dalam kuis ini, Afandi menjadikan Iman Nurjaman sebagai contoh Pahlawan Dalam Hidupnya. Dari tulisan yang dia buat aku menangkap Imam adalah salah satu muridnya yang dulu pernah bersekolah di SMUN 2 Nganjuk dan kini, posisi dia sedang kuliah di Bandung, sibuk menyelesaikan PPG nya. Hal yang membuat aku salut, Afandi sang guru tak segan-segan menjadikan muridnya, Imam sebagai sosok pahlawannya, secara hal ini sangat jarang dilakukan. Biasanya hal yang sering terjadi, para murid menjadikan guru mereka sebagi pahlawan atau tauladannya. Begitu banyak pelajaran yang bisa diambil oleh Afandi terkait Imam, memang bukan hal-hal yang besar namun hal itu sangat riil dan sering terjadi di kehidupan sehari-hari kita, yang tanpa kita sadari, orang atau peristiwa itu mampu menginspirasi kita.

Juara 2 dimenangkan oleh Intan Pratita dari angkatan 28

Intan, dalam kuis ini menjadikan Nuh Fadlila Handareka Putra, seorang seniornya di SSEC SMUN 2 Nganjuk sebagai sosok pahlawan dalam hidupnya. Satu hal yang membuat aku tertarik, Intan mampu mendeskripsikan sosok pahlawannya tersebut dengan kemasan yang sangat menarik tanpa mengesampingkan sosok Nabi Muhammad SAW dan orang tua nya yang seharusnya dijadikan sosok pahlawan juga dalam hidupnya. Intan mampu menguraikan, mampu menarasikan kisahnya meskipun dengan panjang lebar namun dia bisa membuat pembaca tidak bosan dan jenuh untuk menyelesaikan bacaannya. Buat aku Intan adalah seorang penulis muda yang berbakat, dan aku berharap dia terus mengasah kemampuan menulisnya itu sampai kapanpun. Dan aku seharusnya banyak belajar menulis juga dari dia.

Dan… Juara 1 dimenangkan oleh Novita dari angkatan 19

Novita mengirimkan tulisannya, di jam-jam terakhir penutupan batas kuis. Awalnya aku kurang menyadari apa yang tengah dia usung dalam tulisannya. karena seperti biasa, aku kumpulkan semua dulu tulisan-tulisan peserta, sampai nanti aku mendapatkan waktu senggang untuk mencerna tulisan-tulisan tersebut. Berawal dari japri nya Af yang membantu mengirimkan tulisan tersebut. Dengan bodohnya aku, dan tanpa aku baca dulu isi yang tengah dipaparkan Novi, dan yang aku lihat hanya nama atau siapa yang mengikuti lomba tersebut. “da (Af)…. novi kan nggak ikut All Star… aku nggak bisa memasukkannya jadi peserta. Nanti takutnya anggota All Star yang lain pada protes.”

Tiba-tiba pesan lain dari ‘sang peran dibalik layar’ masuk,

kalau yang ini kayake bener-bener kayak pahlawan. kalo yang menjadikan ibu sebagai pahlawan dengan deskripsi diatas kayake dah umum…..dan kita pasti setuju sangat….tapi kalo yang lain dari yang lain kayake yang tak pilih nomor satu itu.
Itu masukan saja….. kalau keputusan akhir kan ditangan pean.

O..O..O..O..O……wow wow…. aku merasa seperti ketinggalan episode untuk film aku sendiri. Dari tadi aku disibukkan dengan chat sana sini yang sampai akhirnya aku sedikit mengabaikan tulisan yang dikirim Novi. Dan akhirnya, kuluangkan waktuku untuk mencernanya. Wow…it’s amazing….this is the riil. Betul-betul keren banget ini. Ini sangat menyentuh banget. Bahkan seketika aku merasa hadiah yang aku buat untuk kuis ini sangatlah tidak pantas untuk menghargai kisahnya. Terlalu kecil untuk ukuran tulisannya.

Yang menjadi pertanyaan berikutnya, bagaimana Novi melakukan itu semua termasuk menuliskan kisahnya dalam bentuk WhatsApp. Pada pukul sekitar 22.00, akhirnya aku tanyakan semua itu pada Af dan aku puas medapatkan jawabannya. Lalu aku menyarankan Af, “Da (Af)… boleh saran nggak… sementara masukin ke Group All Star aja dulu Novi… trus dia suruh kirim sendiri ke All Star… Inspiratif banget lho. Batas waktu kan jam 12 malam nanti. Eh... tapi ya udah nggak usah lah da… mana tau dah tidur… kasian dia”. Aku pun merasa serba salah jadinya. Dan ternyata, aku mendapatkan kejutan yang memuaskan, “Mbak, areke wes tak lebokno All Star, gelem”. Yess..... aku senang dengan keputusan Novi.

Akhirnya di SSEC All Star, Novi berkenalan dengan teman-teman group, dan kemudian memposting tulisannya. Tak kukira juga, respon dari anggota group begitu luar biasa. “SubhanaAllah, mba Churma iki juara sijine ya,” pesan Sugeng di salah satu chat nya. Begitu juga dengan Intan, “Mbak… usul… ini juara satunya ya…”. Dan dibalas dengan Sugeng, “Ora usah usul, wes kudu juara siji, nek ora mengko tak juara ne dewe”. Beberapa chat dari teman-teman lain kemudian berdatangan terkait pertanyaan-pertanyaan seputar kondisinya. Dukungan-dukungan banyak berdatangan, yang membuatku sangat terharu. Aku bersyukur tidak sampai melewatkan tulisan Novi.

Dan tanpa berfikir panjang akhirnya aku memutuskan Novi lah yang menjadi Juara 1 nya yang akan aku umumkan di keesokan harinya.

Sekali lagi, selamat ya pada para pemenang kuis Hari Pahlawan di Group WhatsApp ‘SSEC All Star’. Kalian sangat banyak menginspirasi teman-teman lain di group. Kalian mampu membuat aku dan ‘sang peran dibalik layar’ terhenyak dan terpaku. Sangat inspiratif.

Aku bersyukur, akhirnya selesai juga aku mengumumkan siapa-siapa yang jadi pemenangnya. Kembali lagi, bukan SSEC All Star namanya jika kita tidak dibuat pusing. Adegan memasukkan nomor hp sangat membingungkanku dengan hadirnya mas Ali dan mas Dedy yang selalu buat kisruh sampai ada yang menyarankanku untuk japri saja. Banyak nomor-nomor hoax bermunculan membuat aku harus over selektif memilah mana hoax dan mana yang asli. tapi so far… semua berjalan lancar tanpa ada halangan yang berarti, dan kuis untuk group ‘SSEC All Star’ aku nyatakan selesai.

**************

SSEC Angkatan 18

Seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya, selain di group ‘SSEC All Star’ aku juga buat kuis yang serupa di group ‘SSEC 18’. Berbeda dengan SSEC All Star, respon yang kudapat cenderung lebih tenang, dan aku tidak dibuat pusing dengan oknum-oknum jahil. Mungkin sebagian besar anggota group agak sedikit dibuat bingung dengan postingan kuisku, apalagi bagi teman-teman yang tidak ikut bergabung di group ‘SSEC All Star’. Tak heran, karena ini adalah kali pertamanya diadakan kuis di group ‘SSEC 18’. Mungkin sebagian teman tidak percaya akan adanya kuis tersebut. Pernah sekali ‘SSEC 18’ mendapatkan giliran menjadi panitia kuis yang diadakan di group ‘SSEC All Star’ pada bulan April 2017 lalu, dan pada saat itu kami mengusung tema Lomba Foto ‘Aku Cinta Pramuka’.

Satu… dua… tiga... postingan terkait keikutsertaan kuis mulai bermunculan. Sampai tengah malam, ada 1 postingan yang dikirim anik pada pukul 23.43 (waktu Indonesia Bagian Hp ku). Dengan postingan dari anik, aku menyimpulkan bahwa kuis sudah ditutup dengan pengumuman di keesokan harinya.

Berkacalah pada sejarah yang telah terukir indah dan berhentilah menatap masa depan dengan mata yang buta

Selamat Hari Pahlawan

Pesan singkatku itu aku kirimkan di keesokan paginya bertepatan tanggal 10 November, menjelang pengumuman pemenang kuis. Berharap mendapatkan respon yang positif, tapi malah dibully. “sek… sek… ketoe churma ki lagi kesurupan paling, kaet wingi kok nyleneh”, respon Mimbar saat membaca postinganku. Dan lilik menanggapi “menengo mbar, oleh pulsa 100 mari ngene”. Aku Cuma ketawa-tawa membaca respon mereka.

Kemudian aku posting ulang siapa-siapa yang mengikuti kuis bertemakan Pahlawan ini yang berjumlah 6 peserta. Dan sedikit terkait perubahan hadiah, yang mana semua peserta yang ikut akan mendapatkan pulsa 10rb. Aku berfikir, sudah tak ada lagi mungkin teman yang ingin mengirimkan tulisannya. Namun ternyata Mba wi (Dwi wahyuni) mengatakan, “aku lagi arep melu nyusul oleh ra ma… wingi ngantuk e… wes tak nulis ae ya dibiji ora gak popo ya… ”. Mmmmm….. sulit rasanya menolak permintaan seorang teman apalagi di saat dia mendapatkan inspirasinya untuk menulis. ‘Batas waktu’ jangan sampai membatasi kita untuk tidak melakukan sesuatu yang berharga, padahal sebenarnya bisa saja kita mendapatkan sesuatu yang berharga itu dari ‘batas waktu’ yang ditiadakan.

Oke… demi kalian guys… aku tunggu postingannya lagi ya. Dan ternyata Surtiningrum juga berkomentar, “Aku nyusul nak no…”. Haha… lucu kalian. Kemudian Mamik pun juga menyusulkan postingannya terkait Muhammad Rosul Allah. Dan ternyata masih muncul 1 lagi postingan yang dikirim oleh tyas pada pukul 13.13. Satu hal yang membuat aku terhenyak adalah komentar terakhir yang diposting tyas, “aku mbrebes mili moco tulisanku dewe… ora menang ora opo-opo mbak chur… aku sadar batas waktu e wes telas…”.

Terkait kata ‘mbrebes mili atau menangis sendiri tanpa disadari saat menuliskan sosok pahlawan dalam hidupnya, ternyata tidak hanya dilakukan oleh tyas saja, Surtiningrum dan juga Rina dan Shelvi di group ‘SSEC All Star’ juga melakukan hal yang sama terhadap pahlawan hidupnya. Dan mungkin teman-teman lainnya yang tidak kuketahui saat menuliskan postingannya. Hal itu yang membuat aku bangga memiliki teman-teman seperti kalian yang masih saja memiliki hati selembut sutra. Bukan berarti cengeng, namun yang membuat aku terharu kalian semua mampu menuliskan sesuatu dengan perasaan yang dalam sehingga pembaca pun akhirnya ikut merasakan apa yang sedang kalian rasakan. Bahagia aku mengenal kalian.

Dan dengan berakhirnya postingan tyas, kuis bertemakan Pahlawan yang aku adakan di group ‘SSEC 18’ aku nyatakan ditutup. Tulisan yang masuk akhirnya bertambah menjadi 10 postingan, dan berikut beberapa nama peserta dan sosok pahlawan yang menjadi inspirasinya,
(sekali lagi Catatan: beberapa kata aku perbaiki tanpa merubah arti/maksud si penulis dalam menyampaikan kisahnya, terutama terkait ejaan. Hal ini aku lakukan hanya untuk memudahkan dalam pembacaan)


1. Lilik # Angkatan 18 # mak'e sama pak 'e # pahlawan ku sepanjang masa, berkat kerja keras dan doa mereka, saya bisa seperti sekarang ini.. jasa beliau tak bisa diukur dengan apapun dan tak kan pernah bisa aku balas sampe kapanpun. Love you mak'e pak 'e.
2. Naning # Angkatan 18 # Kak Andrik Jatmiko # Alasan saya kak Andrik sudah menginspirasi  beberapa hal dalam hidup saya :1. untuk menjadi baik tidak harus diterima dan disenangi oleh orang-orang di sekitar kita. 2. Sebagai orang kecil (junior) kita harus berani membela diri (membentak senior atau penguasa) jika kita punya dasar yg jelas. 3. Diakui ataupun tidak, kita harus tetap berkarya. *save kak Andrik.
3. Laili # Angkatan18 # Pahlawanku Hp Android # lewat android iso vc serasa ketemu langsung karo pak e, mbok e, anak e, mbak e, mas e, adik e, koncone, mantan e (ra nduwe deng) sak wayah-wayah bahkan iso ndelok wajah, iso gae golek duit, belajar masak, macak, ngaji, matematika, kesehatan, sampe nonton pilem, dll sak wayah-wayah (selagi paketan e full). Pas laper tapi mager tinggal mainkan jempol, cling go-food nganter, dll kesel ngetik.
4. Mimbar # Angkatan 18 # wong tuoku # wes ngopeni aku kaet neng njero weteng sampek sak umur uripe.
5. Wiwin # Angkatan 18 # bapak lan ibu ku # Beliau yang membimbing dan mendidik ku mulai dari kecil hingga aku lemu..  Golek duit di rewangi mblantik sepeda lan dodol sego pecel kanggo nyekolahne aku...  Mergo bapak ku pesen..  Pak e mung iso nyangoni ilmu,  ilmu iso di gawe golek koyo..  Pak e ora iso meneh warisan opo-opo..  Sekolah o sing pinter ben mulyo urip mu.
6. Anik # Angkatan 18 # keluargaku # selalu ada saat aku butuhkan, selalu support apa yang ku perjuangkan, selalu menerima saat aku ada kekurangan, pengobar semangat dan pengisi jiwa dalam duka lara, suka cita.
7. Dwi Wahyuni # Angkatan 18 # mas Imam # Imam keluarga yang  asli seasli aslinya bernama Imam. wwkkw…… Tampilannya sederhana sesederhana pemikirannya. dari mas yang 1 ini semua jadi terlihat begitu mudah & indah. Sabar yang dulu jauh sekarang mendekat tanpa disuruh. Syukur yang dulu kadang maju mundur sekarang maju aja meski kadang kurang cantik jalannya. Tidak mau jadi tempat bergantung, tapi mengajak bergandengan tangan saling menguatkan. Tidak hanya menyeka airmata kala terjatuh tapi mengajak berdiri bersama menghadapi yang ada. Penyejuk mata penghilang lara.
8. Ningrum # Angkatan 18 # Mbahku # walau beliau sudah meninggal, tapi jasa-jasanya selalu ku ingat dalam hati ini. Dari kecil selalu merawat dan menyayangiku, selalu memberikan apapun yang aku mau. Sayangnya sebelum aku bisa membalas semua kebaikanmu, engkau telah pergi jauh dari dunia ini. Engakaulah pahlawan berjasa bagiku.
9. Mamik # Angkatan 18 # Muhammad Rosul Allah # Sedih melihat kau sekarang dinodai, dengan karikatur tak senonoh, menunjukkan kejahilan orang terhadapmu.. Sedih, melihat kondisi umatmu yang tak lagi punya pengayom, tercerai berai dalam beragam madzab, terkotak dalam keniscayaan sebuah perbedaan, mengalir air mataku kala sejumlah ulama yang konon pewarismu menjadi tumbal keganasan politik adu domba.. Duhai penambat hati yang lerai, satukan kami lagi dalam rengkuhan keagunganmu, Pahlawanku, mungkin kau akan menangis melihat umatmu sekarang.. menjalani hidup yang kian sulit.. Yang kaya makin kaya, nan brutal. Yang miskin makin miskin, miskin papa.
Kami sadar wahai pahlawanku, kami hidup di akhir zaman yang telah kau kabarkan beribu tahun yang lalu, menggenggam NUR Islammu bagai menggenggam bara, semakin ku genggam, semakin menggosongkan telapak tanganku. Tapi ujarmu, aku tetap harus menggengammu biar selamat diujung sirot Tuhanmu. Duuhh pahlawanku, malunya diriku menyebut namamu, dengan sedikit aksi nyata menyeru umatmu agar berpegang erat dengan Islammu..
Terakhir, Harapan yang sangat untukmu, berilah sedikit *syafaat*mu kelak dihari tanpa ada naungan selain naungan Kekasihmu Yang Agung, Naungilah diriku, suamiku, orang tuaku, anak-anak cucuku kelak, sahabat-sahabatku di pramuka ini dan umat Islam di se-antero dunia. Amiinnn...
10. Tyas # Angkatan 18 # Adam & Arfa # pahlawanku suk mben nang akherat.. InsyaAllah saiki nyicil donga aku.. cm anak sholeh & sholehah yang bisa ngatrol pak mbok.e masuk syurga.. selain amal jariyah & ilmu manfaat.. muga-muga Adam & Arfa tidak pernah putus mendoakan pak mbok.e... *Aamiiiiiinnn*.
Sama seperti di ‘SSEC All Star’, tulisan-tulisan yang sudah dikirimkan teman-temanku membuat aku bingung untuk menentukan pilihan. Dengan beberapa pertimbangan yang aku kaitkan dengan tema yang diusung, bagaimana caranya aku bisa menyelami jiwanya, merasakan hatinya, dan sempat juga aku mempertimbangkannya dengan ‘sang peran dibalik layar’, meskipun terjadi perbedaan pendapat, akhirnya aku memutuskan,

Juara 3 dimenangkan oleh Wiwin dari Angkatan 18

Wiwin menjadikan bapak dan ibu nya sebagai sosok pahlawan dalam hidupnya. Sosok perjuangan sang bapak yang berusaha keras menyekolahkan sang anak demi cita-cita. Jika kita tak mampu membekali anak dengan harta (dan itu juga bukan hal yang paling utama), dengan Ilmu lah bekal kemandirian anak dibawakan. Dengan Ilmu, kita bisa menggenggam dunia, dan dengan ilmu juga yang membuat kita menjadi Mulia. Bahasa yang digunakan wiwin sangat sederhana, bahasa sehari-hari yang biasa digunakan dan mudah dipahami, cerita yang dibawakannya pun sangat riil dan dekat dengan apa yang biasa kita dengar di kehidupan sehari-hari, namun bisa memberikan pesan yang mendalam bagi pembacanya.

Juara 2 dimenangkan oleh Naning dari Angkatan 18

Sedangkan Naning menjadikan mas Andrik Jatmiko, salah satu senior angkatan 17 SSEC Smada Sout menjadi pahlawan hidupnya. Naning menjadikan sosok mas Andrik menjadi sosok yang berbeda dengan kakak-kakak lainnya di angkatan 17 tanpa harus membandingkannya dengan yang lain. Mas Andrik dijadikan sosok inspiratif karena cara pandangnya yang unik. Cara berfikir yang tidak harus sama dengan orang lain dan selama itu tidak salah, menurut aku ya masih sah-sah saja. Masing-masing orang punya caranya sendiri-sendiri dalam menghadapi segala hal yang terjadi di dunia ini. Begitu aku menangkapnya.

Dan.... Juara 1 dimenangkan oleh Mamik dari Angkatan 18

Mamik, aku menjadikannya juara 1 dalam kuis ku kali ini karena selain sosok yang memang seharusnya dijadikan Inspirasi bagi seluruh umat Muslim di dunia ini, yaitu Muhammad SAW, juga karena alasan yang dipaparkan dalam tulisannya. Begitu aku membaca postingannya, aku dibuat serasa sedang dalam kondisi berdoa, dengan segala sesal yang telah aku perbuat, dan membuat aku merasa menjadi manusia yang tidak ada apa-apanya di dunia ini. dan seharusnya seperti itulah aku. Mamik menggunakan kalimat-kalimat yang sederhana dan mudah dimengerti oleh pembaca, dengan caranya yang santun dan bersahaja. Entahlah.... setelah aku membaca postingannya, aku langsung mengatakan dia lah sang juara 1 nya untuk kuis ku kali ini. Dan aku bersyukur untuk tidak memikirkan ‘batas waktu’ yang telah aku sepakati sendiri. Andai saja, aku masih bersikukuh dengan ‘batas waktu’ itu, mungkin aku tak akan pernah bisa mendapatkan postingan yang sangat mengharu biru ini dari Mamik.

Dan akhirnya.....Selamat ya pada para pemenang dan terima kasih banyak buat teman-teman ‘SSEC 18’ yang telah ikut membagikan sosok pahlawan dalam hidup kalian. Kalian tak kalah inspiratifnya dengan peserta yang ada di group ‘SSEC All Star’. Aku bangga punya teman-teman pramuka angkatan 18 yang banyak memberikan inspirasi buat aku. Jayalah terus…teruslah berkarya walau usia semakin menua.

Maaf, kiriman pulsa nya agak lama aku mengirimkannya, bahkan sang penjual sempat kehabisan saldo, sehingga beberapa nomor terpaksa ke pending untuk pengisiannya. Dan sejujurnya, sempat aku lupakan dulu terkait pengiriman hadiah ini, hanya sekedar ingin jalan-jalan ke Mall. hehe....
***********
  
Bani Harun

Ini kali pertamanya juga diadakan kuis di group keluarga besar aku. Tak heran jika respon dan antusias anggota di group ‘Bani Harun’ lah yang paling tidak bersemangat menanggapi kuisku ini. Karena sebelumnya tak pernah diadakan lomba/even/atau apapun bentuknya, apalagi kepanitiaan tertentu. Mau nya mereka, nggak perlu bikin kuis, langsung saja bagi-bagi pulsanya. hahaha.... mana ada yang gratis di dunia ini guys.... Postingan pertama peserta pun terkesan masih ogah-ogahan, hanya terkesan formalitas untuk mendapatkan pulsa gratis. Bahkan anggota lain sampai ada yang bingung bagaimana cara menuliskannya. Akhirnya aku berikan salah satu contoh yang aku copas dari group ‘SSEC 18’ dan barulah mereka bisa memahaminya. Memang anggota group keluargaku ini tidak banyak, jadi postingan yang masuk pun juga hanya terkumpul 4, berikut beberapa postingan dari mereka.

1. Nurul # Usia 45 tahun # Mbah Putri # alasannya, beliau telah merawatku sejak kecil, mencurahkan tenaga dan waktunya untuk ku, mengajariku hidup yang sederhana, dan berusaha mencarikan jodoh yang terbaik untukku, doanya yang terbaik hanya untuk ku, sehingga aku bisa hidup seperti sekarang ini, toh aku juga gak melupakan ortuku, karena tanpa beliau aku gak ada di dunia ini, doanya juga selalu untukku.
2. Nikmah # Usia 32 tahun #Mbak Anis # karena beliau inspirasiku, mengajariku untuk bekerja keras dan tangguh dalam menghadapi kerasnya hidup, tetap hidup sederhana sekalipun berada.
3. Anshori # Usia 38 tahun # pak e # alasannya karena beliau telah mengajariku menghadapi kehidupan dan bekerja keras dan arti sebuah tanggung jawab.
4. Anis # Usia 44 tahun # Ibuk # alasannya dia telah mengandung, melahirkan, membesarkan ku hingga seperti ini. Mendidik hidup mandiri, walaupun rintangan menghadang, dihadapkan pada bapak yang sedang sakit, paklek dowi kuliah, mbak nurul kuliah. Dia tetep tegar, sehingga aku sebagai anak tidak tega melihatnya, hingga aku memutuskan untuk tidak kuliah. Aku harus kerja keras membantu ibuk, dan alhamdulillah mas (suamiku) mengerti tentang kondisi saya. Dia menyadari semua itu hingga kamu churma bisa kuliah dijakarta.... adoh..... akeh banget nek pingin ngomong.....makane alasannya banyak.....
karena pesertanya Cuma 4, aku akhirnya mengurutkannya menjadi 4 juara.

Juara 4 dimenangkan oleh Anshori (usia 38 tahun)

Anshori adalah sepupuku. Dia menjadikan bapaknya sebagai sosok inspirasinya karena dia melihat pengorbanan sang bapak dalam membesarkannya. Anshori adalah anak pertama dari 5 bersaudara. Dengan belajar tanggung jawab yang diajarkan sang bapak kepadanya, dia mampu mengayomi adik-adiknya, dan sekarang ini tanggung jawabnya pada Istri dan anak-anaknya.

Juara 3 dimenangkan oleh Nikmah (usia 32 tahun)

Nikmah, dia juga sepupu aku. Dia menjadikan mbak Anis (kakak aku) menjadi sosok idolanya. Ya...mbak Anis memang sosok inspiratif bagi keluarga besar aku. Aku sepakat dengan itu. Mbak Anis banyak mengajarkan banyak hal tentang apa arti kerja keras yang sesungguhnya. Dengan ekonomi yang melimpah pun saat ini, mbak Anis masih tetap saja dengan low profil nya dan masih tetap mengingat saudara-saudara lainnya dan terus menjadi inspirasi. Mbak Anis banyak mengajarkan ilmu berdagang pada Nikmah, dan dia sepertinya ingin mengikuti jejaknya.

Juara 2 dimenangkan oleh Nurul (usia 45 tahun)

Nurul, adalah kakak kandung aku yang pertama. Dia dari bayi dibesarkan oleh nenek aku yang tinggal di Tumpukan, Madiun. Tak heran jika sosok pahlawan dalam hidupnya adalah Mbah Putri (nenek). Mbah putri banyak mengajarkannya tentang hidup, sampai dia dewasa, menikah dan memiliki anak. Toh tak lupa juga dia mengingat jasa orang tua kami karena dia juga yang telah mencukupi segala kebutuhannya dan membiayai kuliahnya sampai selesai.

Juara 1 dimenangkan oleh Anis (usia 44 tahun)

Anis, adalah kakak kandung aku yang kedua, terpaut satu tahun usianya dengan kakakku yang pertama. Karena kakakku yang pertama tinggal bersama nenek di Madiun, Mbak Anis menjadikan dirinya sebagai anak pertama dalam keluarga aku. Sosok Ibu menjadikan pahlawan dalam hidupnya, karena memang Ibu kami, secara aku pribadi juga mengakui, adalah sosok Kartini dalam keluarga kami. Semangat dan kerja kerasnya untuk menjadikan anak-anaknya menjadi manusia seutuhnya terus dia lakukan bahkan sampai di usia senja ini. Saking kagumnya mbak Anis terhadap sosok ibu, dia rela untuk menanggalkan rencana kuliahnya, karena saat itu ibu kami masih harus membiayai kuliah paman (UM Malang) dan mbak Nurul (IAIN Tulungagung). Mbak Anis akhirnya banting setir untuk bekerja di salah satu showroom Honda dekat rumah untuk membantu ibu, karena saat itu kondisi bapak juga lagi sakit. Dan... saat itu justru aku lagi asyik bermain-main duniaku, dengan teman-teman aku, tanpa memikirkan urusan-urusan orang dewasa tersebut. Terlalu memang aku.

Tak puas dengan itu semua, mbak Anis lalu keluar dari showroom Honda dan memutuskan untuk berdagang. Awalnya dia membuka tempat usaha di pasar, lama-lama usahanya semakin besar, dan sekarang dia mampu membeli salah satu ruko dekat rumah kami untuk dijadikan usaha toko baju. Disamping itu juga, usaha pupuknya di Gondang bersama suami juga semakin menguras energinya. Dan saat ini bisnis kos-kosan sedang digelutinya sembari tetap memegang usaha toko baju dan pupuknya.

Tanpa aku sadari aku juga telah menguraikan siapa sosok pahlawan dalam hidup aku. Mbak Anis adalah Ibu Junior, menurut aku. Ibu dan mbak Anis adalah dua sosok Kartini yang menurut aku sangat mirip, sama-sama pekerja keras, sama-sama rela berkorban demi kepentingan keluarganya, sama-sama sangat menginspirasi sekitarnya baik saudara-saudara kami maupun tetangga sekitar. Di sela kesibukannya itu juga, mereka berdua masih saja menyempatkan diri untuk selalu aktif di kegiatan pengajian lingkungan, mengurusi anak-anak yatim dan aktif di Muslimah NU ranting Ploso, Nganjuk.  

Terima kasih saudara-saudaraku. kalian juga sangat banyak memberikan inspirasi buat aku. Kita dibesarkan bersama, penuh liku-liku hidup yang harus dilalui bersama namun masih tetap bisa tersenyum walau berbagai cobaan dan rintangan menghadang. Teruslah berkarya, teruslah menginspirasi sekitar. thanks a lot.

Setelah kuis ini berakhir, beberapa sepupuku menyayangkan mengapa dia tidak bisa mengikuti kuis, bahkan sampai ada yang japri dan curhat ke salah satu saudaraku yang lain. Mereka berfikir aku hanya bercanda melakukan itu semua. Mmmmm..... memang aku punya tampang menipu ya sampai kalian semua tidak percaya??? GGGgrrrrrr.....!!!!!

Mbak Churma... aku tunggu lho kuis-kuis selanjutnya, dan hadiahnya yang lebih cetar membahana ya.....
*********
Teruslah menginspirasi sekitar. Jika kita tak mampu menjadi pohon yang menjulang tinggi, setidaknya kita bisa menjadi rumput yang selalu bersemi. Walau kadang tak dianggap, walau kadang diinjak, namun rumput akan selalu terlihat manis dan menghijau laksana permadani.

Paragraf terakhir yang aku sampaikan di group-group tempat aku mengadakan kuis. Aku ucapkan terima kasih tak terhingga kepada semua peserta yang telah ikut mencurahnya buah pikirnya untuk meramaikan peringatan Hari Pahlawan ini. Dan IsyaAllah semua pulsa telah meluncur dengan selamat ke masing-masing nomor yang diisikan.
 **********

Epilog

Pagi di minggu mendung ini, perutku terasa kosong, keroncongan tak tertahankan. Sedangkan anak-anakku merasa bebas sebebas-bebasnya. Potongan-potongan kardus mulai berserakan di ruang tengah, tumpahan air susu coklat bercecer di seprei tempat mereka menghabiskan sisa minggu paginya. Tak kalah serunya, suami aku mengambil bola, dan memancing anak-anak untuk ikut menendang bola di ruang tengah. Yap... lengkap sudah kericuhan di rumah kami. Namun masih juga enggan rasanya aku beranjak dari kursi tempatku menuangkan ide-ideku. Kubiarkan mereka bermain sepuas-puasnya, beberapa potong roti ‘Neko-Neko’ hadiah dari Ustdzah kemarin Sabtu yang sempat berkunjung ke rumah, sangat berguna sekali sebagai pengganjal perut sebelum aku menyiapkan sarapan buat mereka.

Namun bukan itu masalahnya. Masalahnya sekarang bagaimana aku bisa mengambil hikmah dari apa yang semua teman-teman dan saudara-saudaraku telah sampaikan dalam pesan tulisannya. Sempat aku berfikir semalaman, merenungi apa yang telah disampaikan oleh ‘para penulisku’ yang sesungguhnya.

Teringat pesan lilik, kemarin siang, menanyakan gamis yang aku pesan apakah sudah mendarat dengan selamat di Medan apa belum. Yahhh... aku sempat kelupaan dengan pesananku itu. Apalagi hari sabtu kemarin kantorku libur, begitu juga dengan minggu ini. Tapi tak ada salahnya aku singgahkan diriku sebentar mampir ke kantor, siapa tahu paketannya sudah sampai. Tak sabar rasanya ingin segera mencobanya dan bernarsis ria dengan gamis baru ku itu.

Dan aku sudahi saja mengarang indahku ini, berharap pendokumentasian kuis Hari Pahlawan ini akan selalu bisa mengingatkanku akan sosok pahlawan dalam hidup aku.....

Kembali pikiranku diingatkan untuk segera mengejar deadline-deadline yang siap menungguku. Menunggu sentuhan tanganku, berteriak ingin segera dituntaskan. Begitu juga dengan sang ‘Sirkus Pohon’, salah satu Novel yang diiming-imingkan ‘sang peran dibalik layar’ juga siap menghadang di depan mata. Lembaran pertama kubuka, dan aku menemukan satu kalimat pembuka,

Untuk Indonesia


“Fiksi, cara terbaik
menceritakan fakta.”

------Andrea Hirata